https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

21 October 2011

Turis

Kini saya percaya
Turis itulah
Insan paling bahagia
Di bumi lata

Kampung mereka
Tidak di sini
Tiada tersurat
Dalam atlas biasa

Mungkin di sebalik
Benda-benda
Jauh sebelum
Tercipta nama

Dunia sekadar
Alamat singgah
Dalam kunjungan
Singkat mereka

Guna liburan
Sehari hanya
Di planit tua ubanan
Sarat kisah

Sebelum pulang
Lagi ke rumah lama
Jauh di sebalik ufuk
Di kampung asal

Kini saya percaya
Bahagia bisa hanya
Jika kupunya tulus
Hati seorang turis

19 October 2011

Lelaki Bulan, Perempuan Bintang

Suami yang kecewa
Sudah berhenti bicara
Dipalingkannya wajahnya
Pada malam di jendela

Mungkin masih ada
Bulan sepotong di sana
Mungkin masih terbaca
Alamat yang dulu

Istri yang kecewa
Sudah berhenti bertanya
Ia hadapkan mimpinya
Pada malam tersisa

Mungkin masih ada
Kerlip paras bintang
Padanya memandang
Menembus linang

Begitulah mereka:
Lelaki dan bulan
Perempuan dan bintang
Pada sebuah ruang-waktu

Dalam sebuah lagu
Komposisi yang ragu
Inerlude yang galau, mungkin
Ke akhir yang biru

14 October 2011

Kartu Pos Bergambar

(Inilah Bali
Tempat Wayan lahir
Suatu hari, dan menemu surya
Di lubuk samudra)

Hari ini kusalami
Tanahmu yang liat
Kisahmu yang sarat
Ceraplah, selaku
Sesembahan pelancong
Dari utara, kuharap sepadan
Selayak tamu

Pada lekuk-liku sajak
Lama kuselami
Gunung dan lautmu
Kurasa tapi baru sesudah
Genap langkahku
Menempuh Uluwatu
Kupahami akhirnya
Bahasa rindu

(Ya, inilah Bali
Tempat Wayan mangkat
Suatu hari, pulang mencapai
Moksa, di lepas lakon)

12 October 2011

Ibu Pergi ke Pasar

Ibu pergi ke pasar tradisional. Ibu tak pergi ke mal
dan supermarket. Bukan karena ibu pendukung
sistem ekonomi kerayakatan. Ibu pergi
ke pasar tradisional, karena sudah telanjur
biasa dan betah belanja di situ. Ada banyak
kenalannya di situ. Sudah berbilang tahun. Jadi ibu
bukan pendukung sistem ekonomi kerakyatan
yang banyak digembar-gemborkan juru kampanye
di televisi. Ibu juga tak paham apa itu neolib
atau sistem pasar bebas. Ibu hanya kepingin
belanja untuk masak hari ini. Ibu ingin
beli tempe, sayur bayam, ikan asin dan terasi
sebab bapak suka sekali sambal yang dipakaikan
terasi. Ibu akan masak sayur bayam, ikan asin
dan sambal terasi untuk bapak yang sudah
seharian bekerka keras. Untuk lelaki yang sudah
puluhan tahun memberikan umur dan tubuhnya
untuk diinjak-injak dan dinistakan. Mungkin
oleh yang suka disebut sistem ekonomi neolib
itu? Atau mungkin saja ia jadi begitu lantaran
pikiran-pikirannya yang teramat tradisional
sedang waktu dan kehidupan terus semakin juga
tancap gas, entahlah. Yang pasti hari ini bapak
bakal makan siang dengan lauk sayur bayam
dan ada sambal terasi di piring nasinya.

10 October 2011

Sukawati

Kita ke Sukawati
Seru berburu cenderamata
Supaya laut, ombak, pantai
Bersama nasi campur
Dan Ayam Betutu
Awet tersimpan dalam
Kenangan waktu

Nanti sesudah pulang
Setiap kali terjaga
Subuh hari sebelum
Berkemas kerja
Semoga masih ada
Sisa ombak dan laut
Berdebur di pojok kamar

Masih ada Wayan
Menunggu di teras hotel
Dengan sesobek karcis
Masuk gerbang Uluwatu

Jadi kita ke pura dulu
Setiap pagi, menyalami
Sahabat kera, menyerahkan
Sukma keramat
Selaku sajen sebelum
Bunuh diri beramai, terjun
Ke jalan-jalan ibu negeri

Ringan dan meriah
Seperti lelucon di Joger

08 October 2011

Tomas Transtromer, Nobelis Sastra 2011

Hadiah Nobel Sastra 2011 akhirnya jatuh kepada Tomas Transtromer, seorang penyair besar Swedia yang sudah 20 tahun hidup digerogoti kelumpuhan akibat stroke. Luar biasa bahwa penderitaan itu tak membuat semangat menulisnya padam. Penyair gaek (80) yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam 60 bahasa itu menyisihkan penyair Suriah Adonis, novelis Jepang Haruki Murakami dan penyanyi Amerika Serikat, Bob Dylan. Sebagai pemenang ia berhak atas hadiah uang senilai 10 juta kron Swedia, atau setara dengan US$1,45 juta.

Pihak Akademi Nobel menilai karya-karya Transtromer sangat kaya perlambang serta gambaran alam negerinya, yang diolahnya intens lewat tema kematian, kesepian dan penebusan. Kemenangan Nobel untuk penyair ini tentulah sebuah hadiah berarti bagi negerinya, yang selama ini hanya dikenal luas karena penulis kriminal Henning Mankell dan kelompok musik pop ABBA.

Transtromer, yang juga menggemari musik (ia bermain piano dengan tangan kirinya) sudah pernah masuk nominasi hajatan akbar itu pada 1993. Ia lahir pada 15 April 1931, dari pasangan ibu seorang guru dan ayah seorang jurnalis. Karyanya tahun 1954, "17 Puisi", kerap disebut-sebut sebagai debut sastra terbaik pada dekadenya. Selain menulis ia juga menggeluti psikologi.

Penyair Amerika Serikat, Robert Hass, mengomentari karya-karya Tomas Transtromer sebagai “Memberi rasa yang pas tentang bagaimana rasanya menjadi orang kebanyakan yang menjalani hidup di saat segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya."

Swedia sebetulnya pernah pula menyabet Nobel Sastra pada 1974 lewat Eyvind Johnson dan Harry Martinson. Hanya saja kemenangan itu kemudian menyulut kontroversi, pasalnya mereka ternyata bagian dari Akademi Nobel yang membawahi hajatan tersebut.

07 October 2011

Cangkir Penyair

Cangkir itu sebetulnya biasa saja, seperti cangkir-cangkir pada umumnya. Hanya ukurannya memang agak lebih besar dari cangkir biasa. Aku tak begitu paham mengapa ayah selalu menggunakan cangkir itu kalau mau menyeduh kopi, padahal ada beberapa cangkir lain. Ia melarang kami, anak-anaknya dan yang lainnya, menggunakan cangkir itu. Ini cangkir penyair, katanya beberapa kali mengulang pengumumannya. Yang bukan penyair tak minum dari cangkir ini, katanya pula, dengan nada bicara yang dibuat terdengar takzim.

Aku suka memperhatikan kalau ia sedang menyeduh kopi. Seingatku caranya juga biasa saja, tak ada ritualnya yang aneh-aneh. Ia menuangkan kopinya lebih dulu, satu atau dua sendok serbuk hitam itu dicampuri gula putih secukupnya, mengambil termos berisi air panas, menuangnya ke dalam cangkir keramat itu. Ia akan mengaduknya pelan-pelan, diam-diam, seperti sedang berdoa..Lalu ia akan membawa minuman itu ke kamarnya. Ia akan duduk nyantai selonjor di depan televisi, seraya pelan-pelan menyeruput kopinya, juga pelan-pelan, seperti tengah berpikir-pikir, atau apa begitu Entahlah. Yang pasti tampaknya sublim sekali segala perilakunya itu.

Kadang ia suka nyelutuk sendiri, enak racun ini. Atau, kalau sudah minum racun ini baru penyair bisa menulis. Memang kadang aku pergoki, sesudah selesai dengan ritual minum kopinya ayah mengambil buku notes yang suka dibawa-bawanya, lantas menulis-nulis sesuatu di sana. Kadang cukup lama ia melakukan itu, mencoret ini, mencoret yang lain, membolak-balik halaman baru notes itu. Kadang ia pindah duduk ke kursi di teras atas rumah kami yang sempit. Di situ memang lebih tenang suasananya. Ia lalu tampak seperti karam dalam kesuntukannya menulis itu.

Ia tak pernah memperlihatkan apa yang barusan ditulisnya. Aku pun tak begitu berminat untuk mengintipnya. Tulisan-tulisan di buku notes itu lebih berupa corat-coret yang hanya bisa dipahaminya sendiri, bahkan kadang ia pernah kudemgar mengomel tak bisa membaca apa yang sudah ditulisnya di sana. Lucu sekali melihatnya uring-uringan mencari sambungan yang terputus dalam catatan yang sudah ditulisnya.

06 October 2011

Hotel

Dengan 50 dolar semalam
(Sudah termasuk
Pajak dan sarapan)
Kita dapatkan akhirnya
Surga kecil ini
Tapi sebelum mulai
Tanggalkan dulu seragam
Buruk yang menodai
Luka-lukamu itu

Kita bisa sebentar
Istirah melupakan nama
Dan asal-usul
Bumi yang ruwet
Mungkin seraya
Melepas kutuk
Ke seberang ufuk
Yang sepanjang musim
Mendera kita dengan
Warna-warni
Semu

Dan jika jemu
Bercumbu, bukalah jendela
Itu sedikit olehmu
Di kebun yang teduh
Saksikan hari berlabuh
Serupa kapal Nuh
Melepas sauh
Menurunkan muatannya
Kau dan aku
Di pinggir kolam
Dangkal yang airnya
Mengalir kembali
Ke sumber

04 October 2011

Tanjung Benoa

Di Tanjung Benoa
Di perairan yang jinak
Arusnya, untuk pertama kali
Dalam hidupnya
Ia naik perahu motor
Mengarungi biru lautan
Dalam kenyataan

Ombak nakal
Yang agaknya mengerti
Menggodanya dengan
Hempasan lunak pada
Ringkih tubuh perahu
Itu pun sudah cukup
Membuatnya ngeri
Dan teramat paham apa
Artinya karam

Di Tanjung Benoa
Di perairan yang jinak
Ombaknya, untuk pertama kali
Dalam hidupnya yang datar
Penyair itu menyewa perahu
Mengarungi biru samudra
Bukan dalam sajak
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...