Di dalam rumah itu
seorang penyair sohor bekerja
Perempuan yang
adalah bininya, di dapur, amat
khusuknya
Keheningan yang
bak sorga itu terusik sekonyong
Oleh jerit si
orok dari kamarnya merengek
“Dia rewel lagi”,
bilang si penyair ogah-ogahan
Kepada perempuan,
“Bujuklah supaya dia diam”
Dan sahut
perempuan di dapur, “Kau kan bapaknya”
“Gendonglah
sesekali, kerjaku lagi nanggung,
sayang”
“Nggak bisa!”,
sembur penyair, “Aku lagi nulis”
“Tahu nggak sih!
Sedang kugarap sebuah masterpice!”
Dan perempuan
yang adalah bininya itu menghampiri
Menjumput
lembar-lembar keramat itu dari meja, menatapnya
Memandanginya dengan
pandang meremehkan, “Masterpiece ya?”
Mengoyaknya mendadak
saja sampai tinggal serpihan belaka
Teramat lekas
kejadiannya, penyair kita pun melongo hanya
Dan rengek orok
di kamar mengapa pula sekonyong terdiam
Mungkinkah sebab
terkaget-kaget ia, sekecil itu
Seakan turut berduka
ia untuk nasib sebuah ‘mahakarya’
Sebuah masterpiece yang barusan saja mendadak
mengempis
Padahal belum
diberi label dan dunia tak sempat membacanya?