Para lelaki menjaring matahari
Pulang, mereka bawakan keringat dan daki
Perempuan mengolahnya jadi mimpi, menyimpannya
Di lubuk bulan, sampai matang musimnya
Anak-anak yang kelak lahir dari rahimnya
Memanggil gunung dan awan ibu bapaknya
Mereka sendiri sungai, berpencaran ke muara
Dan kota-kota, mendekap benih laut dan ombak
Membaca puisi / Menulis puisi / Bukanlah urusan / Seringan angkat besi (Ikranagara)
30 June 2009
25 June 2009
Penyelamatan
Dan tubuh kami
Tubuh kami tersusun molek
Dari uap malam dan embun fajar
Dari kesedihan dan kemarahan
Mungkin bertahun-tahun
Kami bayangkan tuhan
Mustilah membungkuk dalam
Guna meraih nasib kami
Sebab kami tercecer sunyi
Jauh di liang busuk sejarah
Kami harap tuhan
Bergerak cepat atau kawanan anjing
Perempuan jalang dan juru tenung
Menarik kami lebih dulu
Melelapkan kami dalam
Nina bobo tembang payau
Tubuh kami tersusun molek
Dari uap malam dan embun fajar
Dari kesedihan dan kemarahan
Mungkin bertahun-tahun
Kami bayangkan tuhan
Mustilah membungkuk dalam
Guna meraih nasib kami
Sebab kami tercecer sunyi
Jauh di liang busuk sejarah
Kami harap tuhan
Bergerak cepat atau kawanan anjing
Perempuan jalang dan juru tenung
Menarik kami lebih dulu
Melelapkan kami dalam
Nina bobo tembang payau
23 June 2009
R o t i
Kami diberitahu
Tubuh tuhan adalah roti
Tersaji saban pagi
Di altar tinggi
Ke tempat itu
Kami saksikan serangga
Pelacur dan juru sita
Terbang menghampiri
Hanya jika paham
Sanubari langit
Dan duka cerita bumi
Mereka bisa sampai
Ke altar tinggi
Di mana tuhan dibantai
Dibunuh lantas digantung
Abadi
Tubuh tuhan adalah roti
Tersaji saban pagi
Di altar tinggi
Ke tempat itu
Kami saksikan serangga
Pelacur dan juru sita
Terbang menghampiri
Hanya jika paham
Sanubari langit
Dan duka cerita bumi
Mereka bisa sampai
Ke altar tinggi
Di mana tuhan dibantai
Dibunuh lantas digantung
Abadi
21 June 2009
Dalam Tidur
Dalam tidur
Aku ingin ketemu sajak
Kata-kata baik
Bebunyian rancak
Baris-baris giris
Melukis gerimis hidupku
Dalam tidur
Aku ingin terus menulis
Dan merampungkan semua
Pas bangun esoknya
Tinggal kububuhkan saja
Semacam kata penutup
Demi langit di atas
Demikianlah kiranya terjadi :
Mimpi yang menunas di bumi
Di sorga benihnya disemai
Aku ingin ketemu sajak
Kata-kata baik
Bebunyian rancak
Baris-baris giris
Melukis gerimis hidupku
Dalam tidur
Aku ingin terus menulis
Dan merampungkan semua
Pas bangun esoknya
Tinggal kububuhkan saja
Semacam kata penutup
Demi langit di atas
Demikianlah kiranya terjadi :
Mimpi yang menunas di bumi
Di sorga benihnya disemai
18 June 2009
Dongeng dari Depok
Lelah berjalan jauh menyambangi kota-kota dan benua sepi ia putuskan akhirnya tinggal di pojok sebuah metropolis yang masih ada menyisakan sepi untuk seorang orang tua yang menganggur seperti dirinya. Ia mengajak juga sejumlah sahabat sepi yang sempat dikenalnya dulu dalam pengembaraannya yang panjang dan sunyi ke alamat-alamat sepi. Sungguh ia merasa sangat berbahagia dengan lakon hidup sepi yang sekarang dipilihnya itu. Ia tak ingin apa-apa lagi.
Tetangga-tetangga dekatnya sering mendengar ia bercakap dan bernyanyi-nyanyi dengan sepi sampai jauh larut malam bahkan mendekat pada pagi. Pernah juga tapi tak sering kedengaran ia bertengkar sengit dengan sepi entah mungkin karena sesama sepi ternyata juga punya maunya sendiri dan agak susah diaturnya. Dan biasanya sehabis pecah pertengkaran seperti itu rumahnya jadi lebih sepi lagi. Tetangga-tetangga yang curiga berindap-indap mencoba mendekat kepingin sekadar memastikan mengetuk dan memanggil-manggil : “Tuan, tuan”, teriak mereka separuh cemas, “Tuan masih ada, bukan?” dan dari dalam rumah itu lantas saja terdengar sahutan (jengkel sepertinya sebab terusik) : “Sebentar, saya sedang keluar!”
Semenjak kejadian itu tetangga-tetangganya tak pernah berani dan mau mengusiknya pula. Mereka paham dan kini sungguh percaya bahwa ia memang sudah tak ada lagi. Sudah menjelma menjadi sepi.
Tetangga-tetangga dekatnya sering mendengar ia bercakap dan bernyanyi-nyanyi dengan sepi sampai jauh larut malam bahkan mendekat pada pagi. Pernah juga tapi tak sering kedengaran ia bertengkar sengit dengan sepi entah mungkin karena sesama sepi ternyata juga punya maunya sendiri dan agak susah diaturnya. Dan biasanya sehabis pecah pertengkaran seperti itu rumahnya jadi lebih sepi lagi. Tetangga-tetangga yang curiga berindap-indap mencoba mendekat kepingin sekadar memastikan mengetuk dan memanggil-manggil : “Tuan, tuan”, teriak mereka separuh cemas, “Tuan masih ada, bukan?” dan dari dalam rumah itu lantas saja terdengar sahutan (jengkel sepertinya sebab terusik) : “Sebentar, saya sedang keluar!”
Semenjak kejadian itu tetangga-tetangganya tak pernah berani dan mau mengusiknya pula. Mereka paham dan kini sungguh percaya bahwa ia memang sudah tak ada lagi. Sudah menjelma menjadi sepi.
16 June 2009
Adam di Jakarta
sekarang adam di jakarta
adam naik bus kota
bus kota penuh berjejal
adam dalam bus
bayangkan adam
berdiri berimpitan
perempuan dalam bus kota
berdiri berimpitan
adam di jakarta
bayangkan adam di jakarta
adam naik bus kota
adam tak turun di slipi
adam tak turun di senen
adam tak turun di mana pun
perempuan tak turun di bintaro
perempuan tak turun di mana pun
perempuan tak suka turun
adam juga tak turun
bus laju menghambur
lakon kencang meluncur
nembus selangkang jakarta
adam naik bus kota
bus kota penuh berjejal
adam dalam bus
bayangkan adam
berdiri berimpitan
perempuan dalam bus kota
berdiri berimpitan
adam di jakarta
bayangkan adam di jakarta
adam naik bus kota
adam tak turun di slipi
adam tak turun di senen
adam tak turun di mana pun
perempuan tak turun di bintaro
perempuan tak turun di mana pun
perempuan tak suka turun
adam juga tak turun
bus laju menghambur
lakon kencang meluncur
nembus selangkang jakarta
14 June 2009
Tubuh
Tubuh, pinta nyawa
Berilah aku rupa
Supaya aku nyata ada
Nyawa, kata tubuh
Merasuklah ke dalamku
Agar nyata aku pun berdaya
Kemudian mereka
Tubuh dan nyawa
Pergi mengembara
Menjelajah semesta
Kadang mereka
Tersesat jauh
Ke sudut-sudut sepi
Sebentang sajak
Di mana mereka
Tubuh dan nyawa
Temukan sumber
Daya bagi tubuh
Rupa sang nyawa
Pada yang maha puisi
Di mana nyawa
Di mana tubuh
Ialah urat katanya
Berilah aku rupa
Supaya aku nyata ada
Nyawa, kata tubuh
Merasuklah ke dalamku
Agar nyata aku pun berdaya
Kemudian mereka
Tubuh dan nyawa
Pergi mengembara
Menjelajah semesta
Kadang mereka
Tersesat jauh
Ke sudut-sudut sepi
Sebentang sajak
Di mana mereka
Tubuh dan nyawa
Temukan sumber
Daya bagi tubuh
Rupa sang nyawa
Pada yang maha puisi
Di mana nyawa
Di mana tubuh
Ialah urat katanya
08 June 2009
Tema Insomnia
(Aan Mansyur)
Di hari tuanya
Tak banyak lagi urusan
Yang mengusiknya
Ia pun lebih banyak
Tinggal di rumah
Membaca atau sesekali
Menerima
Kunjungan kata
(Beberapa patah kata)
Yang mengaku
Tak tahu lagi
Mesti pergi ke mana
Selain bertamu
Pada penyair
(Beberapa penyair)
Yang mengeluh
Suka tak bisa tidur
Di hari tuanya
Tak banyak lagi urusan
Yang mengusiknya
Ia pun lebih banyak
Tinggal di rumah
Membaca atau sesekali
Menerima
Kunjungan kata
(Beberapa patah kata)
Yang mengaku
Tak tahu lagi
Mesti pergi ke mana
Selain bertamu
Pada penyair
(Beberapa penyair)
Yang mengeluh
Suka tak bisa tidur
01 June 2009
Lubang
Lubang Buaya
Tempat menimbun konon
Sejarah yang dipalsu
Lubang Hitam
Tempat tuan Hawking
Nyepi mengusut semesta
Lubang kata
Tempat penyair
Duduk mengintip aih
Terperosok ia ke entah
Lubang ibu
Tempat muasal
Saya tersesat ke dunia
Lubang makam
Tempat kisah
Rebah dan ditamatkan
(Dari lubang
Pulang ke lubang
Inti hakikat kita agaknya)
Tempat menimbun konon
Sejarah yang dipalsu
Lubang Hitam
Tempat tuan Hawking
Nyepi mengusut semesta
Lubang kata
Tempat penyair
Duduk mengintip aih
Terperosok ia ke entah
Lubang ibu
Tempat muasal
Saya tersesat ke dunia
Lubang makam
Tempat kisah
Rebah dan ditamatkan
(Dari lubang
Pulang ke lubang
Inti hakikat kita agaknya)
Subscribe to:
Posts (Atom)