Catat dan simpanlah namaku
Sebab tinggal ini saja yang tersisa
Alamat dan asal-usul lainnya
Tertinggal dalam kabut, mungkin lenyap
Serupa berkas rahasia, kisah busuk
Dalam persekongkolan jahat
Mungkin itu sebabnya
Ia musti tamat, tak tercatat
Boleh dihabisi sebelum pagi
Kecuali nama, sepenggal tema
Bersama tubuh ringkih ini, terseret
Dalam perburuan waktu
Perburuan gila
Sebab mereka inginkan permainan
Selesai sebelum tiba jejakku
Di batas cuaca, terminal sentral
Dengan karcis tunggal, menembus
Ruang penghabisan, titik asal kekejian
Sekali lagi, catat dan simpanlah kisahku
Sebab cuma ini yang kupunya
Membaca puisi / Menulis puisi / Bukanlah urusan / Seringan angkat besi (Ikranagara)
20 September 2013
15 September 2013
Kabar Malam
Malam setiap kali datang
Tanpa setahumu, mencoba mengetuk
Kamarmu yang jauh, tapi cahaya
Lelampu menahannya di beranda
Ia ingin menemuimu sendirian saja
Bercakap di ruang tamu kedap
Katanya ada warta genting, pesan rahasia
Yang sudah lama disimpannya
Tapi kau setengah percaya
Separuh tidak, tak mengurusnya
Membiarkannya terlantar di serambi
Depan, dan buyar begitu saja saat fajar
Rekah, tapi malam, malam akan sabar
Dan datang kembali setiap kali
Membawa kabar luar biasa penting, yang
Katanya hanya kau berhak mendengarnya
Tanpa setahumu, mencoba mengetuk
Kamarmu yang jauh, tapi cahaya
Lelampu menahannya di beranda
Ia ingin menemuimu sendirian saja
Bercakap di ruang tamu kedap
Katanya ada warta genting, pesan rahasia
Yang sudah lama disimpannya
Tapi kau setengah percaya
Separuh tidak, tak mengurusnya
Membiarkannya terlantar di serambi
Depan, dan buyar begitu saja saat fajar
Rekah, tapi malam, malam akan sabar
Dan datang kembali setiap kali
Membawa kabar luar biasa penting, yang
Katanya hanya kau berhak mendengarnya
13 September 2013
Saya Melihat
Saya melihat Indonesia
Dalam sebuah angkot tua
Antara Kampung Melayu dan Ambasador
Gelisah mengipas percuma gerah
Cuaca tropis siang jam dua
Saya melihat Indonesia
Yang tak saling bertegur sapa
Duduk canggung tegang
Dalam formasi serba salah
Sebelah menyebelah tanpa celah
Saya juga melihat Indonesia
Yang digarong dan diperkosa
Dalam sebuah angkot bodong
Di siang bolong yang terang-benderang
Darahnya menggenang di halaman koran pagi
Ah, saya melihat Indonesia
Yang tak berdaya, barangkali pasrah
Dalam sebuah angkot tua
Sakitan dan ketinggalan zaman
Antara Bintaro dan Kebayoran Lama
Dalam sebuah angkot tua
Antara Kampung Melayu dan Ambasador
Gelisah mengipas percuma gerah
Cuaca tropis siang jam dua
Saya melihat Indonesia
Yang tak saling bertegur sapa
Duduk canggung tegang
Dalam formasi serba salah
Sebelah menyebelah tanpa celah
Saya juga melihat Indonesia
Yang digarong dan diperkosa
Dalam sebuah angkot bodong
Di siang bolong yang terang-benderang
Darahnya menggenang di halaman koran pagi
Ah, saya melihat Indonesia
Yang tak berdaya, barangkali pasrah
Dalam sebuah angkot tua
Sakitan dan ketinggalan zaman
Antara Bintaro dan Kebayoran Lama
10 September 2013
Dunia Tak Begitu Buruk
Dunia tak begitu buruk
dalam sebuah sajak. Tapi kau harus
bergulat lebih dulu, merebutnya.
Menyudahi sekat-sekat bahasa
yang menjebaikmu dalam sempit
kamar-kamar tak berjendela.
Sesudah itu, sebuah jalan panjang berkelak-kelok
membawamu pada ambang yang bimbang,
hari yang tanpa almanak.Musti
kau putusan sendiri kapan kau terlahir
kembali ke dunia. Namamu yang lama
telah terhapus di bawah musim
yang pelan mengembang dari balik
sepuluh jari-jemari anganmu hijau ungu
berganti-ganti. Yakinlah tapi, tiada jadwal
resmi yang dulu merongrongmu,
menderamu dengan tanda-tanda
yang tak ada. Sebab kini kau hanya lengang ruang,
lapang seleganya, bukan lagi sesiapa apa.
Tanpa kiblat selain jagat.
dalam sebuah sajak. Tapi kau harus
bergulat lebih dulu, merebutnya.
Menyudahi sekat-sekat bahasa
yang menjebaikmu dalam sempit
kamar-kamar tak berjendela.
Sesudah itu, sebuah jalan panjang berkelak-kelok
membawamu pada ambang yang bimbang,
hari yang tanpa almanak.Musti
kau putusan sendiri kapan kau terlahir
kembali ke dunia. Namamu yang lama
telah terhapus di bawah musim
yang pelan mengembang dari balik
sepuluh jari-jemari anganmu hijau ungu
berganti-ganti. Yakinlah tapi, tiada jadwal
resmi yang dulu merongrongmu,
menderamu dengan tanda-tanda
yang tak ada. Sebab kini kau hanya lengang ruang,
lapang seleganya, bukan lagi sesiapa apa.
Tanpa kiblat selain jagat.
08 September 2013
Perjalanan
/1/
Berapa jauh jarak
Yang musti ditempuh kata
Untuk sampai
Pada alamat
Rahasia
Yang kau sebut puisi?
/2/
Sesudah rampung
Sebuah sajak
Dituliskan
Ke mana gerangan
Perginya kata-kata
Yang urung
Disertakan?
Berapa jauh jarak
Yang musti ditempuh kata
Untuk sampai
Pada alamat
Rahasia
Yang kau sebut puisi?
/2/
Sesudah rampung
Sebuah sajak
Dituliskan
Ke mana gerangan
Perginya kata-kata
Yang urung
Disertakan?
06 September 2013
Yang Maha Cahaya, Senter
Sudah sedari masih bocah
Saya selalu terpukau
Pada benda sederhana
Berkilau bernama senter itu
Saya suka pada
Cahayanya yang bersahaja
Tapi pasti memecah
Kebuntuan gelap jadi benderang
Kemudian saya paham
Jika kata-kata saya
Gagal menggugah seperti
Kilatan cahaya sebuah senter
Berkilau menembus
Kelam dan terjal
Lurung-lurung dalam
Sanubari manusia
Sungguh pantaslah
Saya terusir jauh
Dan sajak-sajak saya
Tiada harganya dibaca
Saya selalu terpukau
Pada benda sederhana
Berkilau bernama senter itu
Saya suka pada
Cahayanya yang bersahaja
Tapi pasti memecah
Kebuntuan gelap jadi benderang
Kemudian saya paham
Jika kata-kata saya
Gagal menggugah seperti
Kilatan cahaya sebuah senter
Berkilau menembus
Kelam dan terjal
Lurung-lurung dalam
Sanubari manusia
Sungguh pantaslah
Saya terusir jauh
Dan sajak-sajak saya
Tiada harganya dibaca
Subscribe to:
Posts (Atom)