https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

04 November 2013

Atlas



Sehampar atlas buta
Dengan skala yang tak terbaca
Persilangan demi persilangan buram
Alamat yang tak pasti

Mungkin aku sebuah kota di sana
Sebuah distrik yang tak jelas namanya
Yang jalan-jalannya sekadar
Berputar menyudahi senja

Mungkin pernah kau lewat di situ
Menetap buat sejumlah musim
Merancangkan dusta, merampungkan duka
Sebelum bertolak lagi ke utara

Mungkin aku hanya sebuah lorong
Dalam liku waktunya yang tak berpangkal
Dengan sehimpun kisah banal
Merekat lubang lukanya

Pada sehampar atlas buta
Dengan skala yang tak terbaca
Persilangan demi persilangan kabur
Alamat yang tak tentu

27 October 2013

Malam dalam Sebuah Sajak

Cahaya tak mencapai
Ujung boulevard itu
Beberapa batang pohon
Yang tak disebutkan jelas
Jenis dan namanya, berjajar
Mengisi baris awalnya

Malam mungkin jam 2
Rumah-rumah seolah
Memejam, menahankan
Beban langit yang merendah
Dengan bulan separuh

Yang mengamnibang tak acuh
Membiarkan baris dan rima
Bergulir sepanjang boulevard
Yang sudah disebutkans
Pada baris kedua

Lalu seorang lelaki
(Yang pasti bukan saya)
Melintas mendadak
Selepas bait ketiga
Tapi jika hadirnya diniatkan
Menghembuskan aroma hidup

Pada ini sajak redup
Mungkin ia tak cukup bernyawa
Cahaya pada baris pertama
Juga gagal mencapai
Parasnya yang pasi
Bayangnya yang sendiri

14 October 2013

Rest Area

Sebuah sajak, mungkin
Seperti sebuah
                       Rest Area
Pada perhentian yang tak tercatat
Dalam buku panduan
           Perjalanan mana pun

Kita singgah sebentar
                     Di sana
Barangkali dengan separuh hasrat
Meringkas lagi arah angin
                   Yang jadi guyah
Karena perjalanan jauh
                Dan musim yang ganjil
Mereguk sedikit kelegaan
Dari barisnya samar menyaran

Kita sungguh tak berharap banyak
Hanya sekadar
                      Selingan sejenak
Melupakan buat sesaat
                 Kilometer-kelometer panjang
Yang masih menghadang
Pada luas tema membentang

Dan seperti pada sebuah
                       Rest area
Kita pun paham, sajak musti berakhir
Mungkin dengan semacam
Kesangsian
                Masih menggantung
Karena cuaca mendung tak mendukung
Dan musim ganjil

04 October 2013

Tao Penyair

Di antara langit
                      Di atas
Dan bumi di bawah
Menjulur jalan kecil sunyi
Di mana penyair tinggal

Bertahan dari serbuan
Musim dan cuaca
Yang kadang suka tak ramah
Mengasuh hari
                Dan dari dunia
Yang tak henti
         Mengusik dengan tawaran
Yang mengguncang bebukit

Kami sungguh tak tahu
Apa nama
               Jalan kecil sunyi itu
Dan lebih tak paham lagi
Bagaimana bisa sampai ke sana

Ia sabar
           Membuka
Ketika kata selesai
Dan menutup
          Persis tatkala
Bahasa mulai

Di antara langit
                      Di atas
Dan bumi di bawah
Merentang
            Jalan sunyi rahasia
Di mana penyair bebas melanglang

20 September 2013

Tema Jason Bourne

Catat dan simpanlah namaku
Sebab tinggal ini saja yang tersisa
Alamat dan asal-usul lainnya
Tertinggal dalam kabut, mungkin lenyap
Serupa berkas rahasia, kisah busuk
Dalam persekongkolan jahat

Mungkin itu sebabnya
Ia musti tamat, tak tercatat
Boleh dihabisi sebelum pagi

Kecuali nama, sepenggal tema
Bersama tubuh ringkih ini, terseret
Dalam perburuan waktu
Perburuan gila

Sebab mereka inginkan permainan
Selesai sebelum tiba jejakku
Di batas cuaca, terminal sentral
Dengan karcis tunggal, menembus
Ruang penghabisan, titik asal kekejian

Sekali lagi, catat dan simpanlah kisahku
Sebab cuma ini yang kupunya

15 September 2013

Kabar Malam

Malam setiap kali datang
Tanpa setahumu, mencoba mengetuk
Kamarmu yang jauh, tapi cahaya
Lelampu menahannya di beranda

Ia ingin menemuimu sendirian saja
Bercakap di ruang tamu kedap
Katanya ada warta genting, pesan rahasia
Yang sudah lama disimpannya

Tapi kau setengah percaya
Separuh tidak, tak mengurusnya
Membiarkannya terlantar di serambi
Depan, dan buyar begitu saja saat fajar

Rekah, tapi malam, malam akan sabar
Dan datang kembali setiap kali
Membawa kabar luar biasa penting, yang
Katanya hanya kau berhak mendengarnya

13 September 2013

Saya Melihat

Saya melihat Indonesia
Dalam sebuah angkot tua
Antara Kampung Melayu dan Ambasador
Gelisah mengipas percuma gerah
Cuaca tropis siang jam dua

Saya melihat Indonesia
Yang tak saling bertegur sapa
Duduk canggung tegang
Dalam formasi serba salah
Sebelah menyebelah tanpa celah

Saya juga melihat Indonesia
Yang digarong dan diperkosa
Dalam sebuah angkot bodong
Di siang bolong yang terang-benderang
Darahnya menggenang di halaman koran pagi

Ah, saya melihat Indonesia
Yang tak berdaya, barangkali pasrah
Dalam sebuah angkot tua
Sakitan dan ketinggalan zaman
Antara Bintaro dan Kebayoran Lama

10 September 2013

Dunia Tak Begitu Buruk

Dunia tak begitu buruk
dalam sebuah sajak. Tapi kau harus
bergulat lebih dulu, merebutnya.
Menyudahi sekat-sekat bahasa

yang menjebaikmu dalam sempit
kamar-kamar tak berjendela.
Sesudah itu, sebuah jalan panjang berkelak-kelok
membawamu pada ambang yang bimbang,

hari yang tanpa almanak.Musti
kau putusan sendiri kapan kau terlahir
kembali ke dunia. Namamu yang lama
telah terhapus di bawah musim

yang pelan mengembang dari balik
sepuluh jari-jemari anganmu hijau ungu
berganti-ganti. Yakinlah tapi, tiada jadwal
resmi yang dulu merongrongmu,

menderamu dengan tanda-tanda
yang tak ada. Sebab kini kau hanya lengang ruang,
lapang seleganya, bukan lagi sesiapa apa.
Tanpa kiblat selain jagat.

08 September 2013

Perjalanan

/1/

Berapa jauh jarak
          Yang musti ditempuh kata
Untuk sampai
Pada alamat
                Rahasia
Yang kau sebut puisi?

/2/

Sesudah rampung
Sebuah sajak
                   Dituliskan
Ke mana gerangan
Perginya kata-kata
                  Yang urung
Disertakan?

06 September 2013

Yang Maha Cahaya, Senter

Sudah sedari masih bocah
Saya selalu terpukau
Pada benda sederhana
Berkilau bernama senter itu

Saya suka pada
Cahayanya yang bersahaja
Tapi pasti memecah
Kebuntuan gelap jadi benderang

Kemudian saya paham
Jika kata-kata saya
Gagal menggugah seperti
Kilatan cahaya sebuah senter

Berkilau menembus
Kelam dan terjal
Lurung-lurung dalam
Sanubari manusia

Sungguh pantaslah
Saya terusir jauh
Dan sajak-sajak saya
Tiada harganya dibaca

16 August 2013

Syair Gawang

Bergantian nasib buruk
Dan mujur menerpa masuk
Saya tak menampiknya
Pun tak menyetujuinya

Nasib buruk dan mujur
Bagi saya sama belaka
Ah, keduanya sekadar pelengkap
Agar sempurna jalinan kisah

Begitulah, di atas segi empat waktu
Sabar saya menantikan
Menguak musim selebarnya
Merentang peluang selapangnya

Menunggu nasib mujur
Memastikan nasib buruk
Bergantian menyambangi
Merampungkan takdir saya

12 August 2013

Aku Hanya Perlu

Aku hanya perlu
                   Secangkir kopi
Untukmenulis sebuah sajak, katanya
Dan segores luka
                        Guna lebih
Menajamkan huruf-hurufnya

Dan segurat luka lagi
Sekadar memastikan ini semua
Bukan pura-pura
                   Bukan cuma tema
Dan gerimis di atas kertas

10 August 2013

Puisi yang Dibuang

SEORANG penyair bisa saja keliru menilai sajaknya sendiri. Misalnya ia  mengira telah melahirkan "naga" padahal yang nongol hanya seekor "cacing" belaka, atau sebaliknya. Sewaktu menyiapkan materi untuk "Tanda-tanda yang Bimbang" puisi di bawah ini dengan sadar telah saya sisihkan. 

Fakta bahwa puisi itu pernah tersiar di sebuah koran besar tepercaya (karena itu paling tidak secara obyektif bolehlah ia lalu dipandang "layak serta") tak menyurutkan samasekali niat saya.     


Liang Hitam
Sajak separoh jadi
Yang kau tinggalkan
Telantar di atas meja semalam
Percayalah, tak bakal rela ia diam
Menyerah pada kelam
Jalan nasibnya

"Kau telah meniupkan
Nyawa padaku
Menjadikanku sekadar
Mahluk tak utuh
Mengapa tak kaububuhkan
Juga sayap kata sepasang
pada pundakku lunak
Guna terbang
            Menjangkau
Ambang takdirku"

O pencipta buta
Ketahuilah tanpa kepak
Tanpa terbang
Sajak separoh jadi
Yang kau tinggalkan
Telantar di atas meja
Hanyalah mahluk cacat
Malang terbuang pada
Maha liang semesta


2011


Setelah "Tanda-tanda .." akhirnya terbit, saya kok malah jadi bertanya-tanya, benarkah keputusan saya ketika itu dengan tidak menyertakan puisi ini? Ah, jangan-jangan betul saya, dalam  "kebutaan" yang terang benderang ini, telah menjadikannya sebagai "mahluk cacat malang terbuang" begitu saja.

08 August 2013

Sajak Sabtu

Kukumpulkan bahan sajakkku
Selama sepekan, kukumpulkan dalam perjalanan
Antara sorga dan ladang jagal, maksudku
Antara rumah dan kantor

Kadang kemacetan mencegatku
Di simpang baris, dekat pasar dan sekolah
Jadi aku musti berjuang, melindungi
Bahan sajakku dari angin keras

Dari kebuntuan dan keinginan
Sia-sia yang setiap kali mendatangi
Begitulah, aku mengunmpulkannya sepekan
Lamanya, lantas menuliskannya terburu

Mungkin pada Sabtu sedikit kelabu
Sebab aku tak punya banyak waktu
Kau tahu, hidupku tergadai murah
Antara Senin dan Jumat

04 August 2013

Panggung

Mungkin kita sejenis hantu
Dengan tarikh dan silsilah
Yang tak genap
Memakinkan
                    Sebabak kisah
Di atas panggung yang jadi basah
Sebab kita paksakan

Yang tak ada tertulis
Dalam naskah asli
Dengan bulan kusam
                     Bintgang jauh
Bayang langit
Dan percakapan
Yang melukai malam

Kini alur jadi rumit
Menjelma labirin
Kisah telanjur lembab
               Bulan oleng
Dengan orbit
Yang sengit
          Berlayar
Di jalur malam yang sedih

Menyudahi lakon sehari
Riwayat tak lengkap
Kawanan hantu di bumi

01 August 2013

Kisah Berdua

Di dalam sajak kecil ini
Ada kau dan saya
Meski tak disebutkan jelas
Kita sama tahu, ini bukanlah fiksi

Di dalam sajak ini
Kita coba bertahan sebisanya
Berrlindung pada kata
Pada majas, yang hanya kias
Memang tak cukup luas

Kita pun paham
Ini hanya semacam
Lorong bawah tanah
Bungker purba
Pengap dan tanpa cuaca
Pun tiada jendela

Kecuali beberapa baris
Tersembunyi, yang menyaran
Pada sebuah dunia nun di mana
Selebihnya hanya lengang

Hanya remang
Kisah kita berdua

29 July 2013

Kata-kata Ini

Kata-kata ini
Mungkin sudah menungguku
Sepuluh tahun
              Dua puluh tahun
Sebelum aku menuliskannya

Seperti kekasih gelap
Yang telaten menguntitku
Dari tikungan
               Ke tikungan
Lalu sekonyong saja memergokiku
Menyergapku, ya di sini

28 July 2013

"Tanda-tanda yang Bimbang", Buku Puisi Ook Nugroho

Buku puisi saya yang kedua akhirnya terbit, saya beri tajuk Tanda-tanda yang Bimbang. Buku ini memuat puisi dari periode 2007-2011. Boleh dikata tak ada puisi baru, artinya hampir semuanya sudah pernah tersiar di media cetak. Tapi sebagian besar dari padanya telah mengalami proses "tulis ulang" alias revisi cukup besar, sampai saya sendiri menjadi rada pangling ketika membacanya kembali dalam bentuk cetakan di lembaran buku ini.

Tanda-tanda yang Bimbang diterbitkan oleh Kiblat Buku Utama (Bandung), yang sebelumnya menerbitkan juga Hantu Kata, sang "abang kandung" dari "Tanda-tanda ... ". Silakan mulai mencarinya di toko-toko buku di kota Anda, atau bisa juga langsung ke penerbitnya, Kiblat Buku Utama.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...