Pelajaran Menulis Puisi
: fn
Puisi adalah
Keheningan dan secangkir kopi
Maksudku, kau harus
Mengaduk kisahmu, mengaduknya
Sabar lalu melebar, aduklah
Sampai merata serbuk sepinya
Kemudian reguklah tandas
Maksudku, kau harus menemukan
Liang luka pada ampas katanya
Pada dasar cangkir itu, pada
Dasar waktu, maksudku, pada
Pekat malam yang lembab mengendap
Wujud
Tak berwajah
Sebab ia bukan milik sesiapa
Bersayap ganda
Karena jauhlah kembaranya
Dan seperti kau
Ada luka berdarah
Bekas tikaman
Waktu pada lambungnya
Membaca puisi / Menulis puisi / Bukanlah urusan / Seringan angkat besi (Ikranagara)
28 October 2009
21 October 2009
Buah, Sebagai Umpama
Akhirnya, sampai ia di ujung musim
Sesudah ditempuhnya jalanan cuaca
Yang tak selalu aman dan rata
Dari penyamun dan putus asa yang mendera
Peperangan licik, yang tak
Selamanya dimenangkan
Pun percintaan yang isinya
Banyak juga serong dan tipu busuknya
Bahwa bebuah masak
Yang dalam nampan kau jamah
Yang dalam mulut kini kau kunyah
Lasak tubuhnya manis kau sedot jeroannya
Tak cukup kau pahami sepertinya
Berliku sangat jalannya sampai padamu
Tak terbaca pada topeng judulnya
Jalinan cerita yang tak pernah rata itu
Sebab bijak tangan waktu
Menyisakan hanya yang hakikat
Menyorongkan padamu wujud yang lezat
Bebuah kata-kata bersahaja ini
Sesudah ditempuhnya jalanan cuaca
Yang tak selalu aman dan rata
Dari penyamun dan putus asa yang mendera
Peperangan licik, yang tak
Selamanya dimenangkan
Pun percintaan yang isinya
Banyak juga serong dan tipu busuknya
Bahwa bebuah masak
Yang dalam nampan kau jamah
Yang dalam mulut kini kau kunyah
Lasak tubuhnya manis kau sedot jeroannya
Tak cukup kau pahami sepertinya
Berliku sangat jalannya sampai padamu
Tak terbaca pada topeng judulnya
Jalinan cerita yang tak pernah rata itu
Sebab bijak tangan waktu
Menyisakan hanya yang hakikat
Menyorongkan padamu wujud yang lezat
Bebuah kata-kata bersahaja ini
19 October 2009
Dunia Jam 2 Pagi
Di kerajaan sunyi jam 2 pagi
Aku hanya sepenggal baris
Terlontar dari halaman waktu
Tanpa kutahu judul dan tema kisahku
Tak ada pintu masih membuka
Tapi mungkin masih ada seliang luka
Menganga dan belum diberi nama
Di kerajaan sunyi jam 2 pagi
Aku hanya sepenggal baris
Terlontar dari halaman waktu
Tanpa kutahu judul dan tema kisahku
Tak ada pintu masih membuka
Tapi mungkin masih ada seliang luka
Menganga dan belum diberi nama
Di kerajaan sunyi jam 2 pagi
14 October 2009
Mulut yang Mengunyah (2)
Kau mengunyah pelan
Tidak terlihat terburu-buru
Seakan kau tak lapar
Tubuhku masuk gemeretak
Ke dalam anyir guha mulutmu
Taringmu sepasang membenam
Pada lambungku sekonyong nyeri
Kesedihan menganga bagai luka
Dia yang tergantung pada salib
Meski aku pasti bukan dia
Bukan juga sesiapa bagimu
Terus kau mengunyah pelan
Tidak juga terburu nafsu
Betulkah kau tak berasa lapar
Barangkali tak cukup menarik
Dagingku liat sarat pun pahit
Mengandung malam dan jerit
Lama tertimbun batu bebintang
Jadi kau perlukan bumbu
Penyedap lebih banyak lagi
Sedikit bermain dengan rasa
Di atas meja dan piring waktu
Bagiku itulah tambahan siksa
Tapi kesakitanku tak punya nama
Sewaktu kau kunyah remuk
Akhirnya tulang-belulangku
Mimpi-mimpiku pun berujung
Berakhir pada kelam curam
Terowong kerongkongmu
Tidak terlihat terburu-buru
Seakan kau tak lapar
Tubuhku masuk gemeretak
Ke dalam anyir guha mulutmu
Taringmu sepasang membenam
Pada lambungku sekonyong nyeri
Kesedihan menganga bagai luka
Dia yang tergantung pada salib
Meski aku pasti bukan dia
Bukan juga sesiapa bagimu
Terus kau mengunyah pelan
Tidak juga terburu nafsu
Betulkah kau tak berasa lapar
Barangkali tak cukup menarik
Dagingku liat sarat pun pahit
Mengandung malam dan jerit
Lama tertimbun batu bebintang
Jadi kau perlukan bumbu
Penyedap lebih banyak lagi
Sedikit bermain dengan rasa
Di atas meja dan piring waktu
Bagiku itulah tambahan siksa
Tapi kesakitanku tak punya nama
Sewaktu kau kunyah remuk
Akhirnya tulang-belulangku
Mimpi-mimpiku pun berujung
Berakhir pada kelam curam
Terowong kerongkongmu
10 October 2009
Pakaian Dalam (5)
Sejatinya pakaian dalam
Adalah mahluk yang tabah
Bukankah tiada pernah terdengar
Ia berkeluh melontar kesah
Meski panas sungguh udara
Dalam dunianya sunyi
Jauh di ceruk semesta
Garing gasang ranggas itu
Sebab sirkulasi yang payah
Belum lagi tekanan berat
Musti dialaminya selama
Jam-jam yang sarat penat
Menahankan itu beban urina
Belum lagi pelik aroma najis
Bagaimana menangkisnya
Dengan tiada pernah menangis
Sungguh patutlah kita
Sejenak saja bertanya lagi
Sebab luarbiasa terlalu
Teramat gila bukankah
Pengalaman menderanya itu
Adalah mahluk yang tabah
Bukankah tiada pernah terdengar
Ia berkeluh melontar kesah
Meski panas sungguh udara
Dalam dunianya sunyi
Jauh di ceruk semesta
Garing gasang ranggas itu
Sebab sirkulasi yang payah
Belum lagi tekanan berat
Musti dialaminya selama
Jam-jam yang sarat penat
Menahankan itu beban urina
Belum lagi pelik aroma najis
Bagaimana menangkisnya
Dengan tiada pernah menangis
Sungguh patutlah kita
Sejenak saja bertanya lagi
Sebab luarbiasa terlalu
Teramat gila bukankah
Pengalaman menderanya itu
Subscribe to:
Posts (Atom)