https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

16 March 2011

Tafsir Ajal Doktor Alekhine


Bagai dalam lelakon apak Sherlock Holmes layaknya
Doktor Alexander Alekhine, yang ganas tipuannya
Licin lelangkah bidaknya konon tiada tanding pada masanya
Mati ditemukan iseng sendiri: 24 Maret 1946, pagi sekali
Kamar Hotel Estoril, Portugal, Ahad, adalah nama harinya
Dalam balutan kelabu mantelnya, serta sehampar kotak bidak
Anehnya, membuka persis sebelah kanan jasadnya tenang
Yang kata tuan Fransisco Lupi, jawara bidak negeri Portugal
Melayatnya terburu pada itu pagi sangat tak biasa, macam
Pohonan Oak besar baru saja rubuh tumbang, dan pada wajahnya
Hening agung, dalam, mustahil terselami, mengendap pula
Sepertinya segunung renung

Tafsir lelaku tuan Alekhine seputar muasal ajalnya
Lalu menyempit tanya sebab kemudian ditemukan daging bistik
Sekerat pada kerongkong menyumbat, dan sekeping daging lagi
Pada jemarinya tergenggam, hingga tersiar segera juga
Warta getir agak lucu tapi didengarnya, bahwa jawara bidak itu
(Ia warga Prancis tapi tumbuh lahir di bumi Rusia)
Yang garang tipu dayanya, licin lelangkahnya sungguh
Menyudahi lawan-lawannya, mati ngenes sedemikian sebab
Tersedak daging sepotong, hingga pipet jantungnya
Macet sekonyong begitu saja, sewaktu yang bersangkutan
Dalam itu kamar lengang kosong, duduk sendirian
Menghadapi santap malamnya

Tapi itu cumalah sebagian sahaja tafsir lelakon
Karena lain kisah menyebut bisa saja ia tewas ‘dikerjai’
Sebab bukankah, begitu sebagian orang mengurai duga
Dalam pilihan politiknya tuan Alekhine ini kabarnya
Menghamba sangat Sang Fuhrer (yang tatapannya dingin
Menyuluh kota-kota), tapi pada itu Sabtu malam nahas
Mengapa gerangan di Hotel Estoril, yang pastinya
Punya sekutu, ia memilih melepas penatnya?

Begitulah Doktor Alexander Alekhine, yang dari Rusia
Memilih hengkang, sebab orang-orang Bolsyewik jijik
Pada riwayat lamanya, yang ningrat memanglah
Pada lelangkah penghabisannya, sendirian ia di tanah asing
Mewariskan ini teka-teki, terus jadi bahan kajian tak pasti
Sebab jawabnya tentulah pada tuan Alekhine sendiri
Kekal didekapnya mati

02 March 2011

In Memoriam : Ags Arya Dipayana (1961-2011)

Ags Arya Dipayana tak saya kenal secara pribadi, tapi toh saya merasa mengenalnya “dekat” karena sejumlah puisinya. Terus terang saya sangat menyukai sajak-sajaknya dari periode belakangan yang banyak mengambil bahan dari dunia kuliner. Bagi saya puisi-puisi kulinernya itu bisalah dianggap terobosan yang berharga bagi khazanah puisi kita yang memang selama ini cenderung agak “seragam” dalam pilihan tema.

Saking kesengsemnya saya sampai tergerak menulis sebuah sajak tentang itu uintuknya. Sajak yang saya juduli “Sajak Juru Masak” itu dimuat Kompas beberapa pekan lalu. Sajak itu pernah pula saya "pamerkan" kepada Ags Arya Dipayana lewat akun Facebooknya. Ia, ketika itu, mengomentari puisi ini sebagai “puisi sederhana yang bagus”, atau semacam itulah. Saya menduga bisa saja ia hanya sekedar berbasa-basi untuk membesarkan hati saya.

Jika terkaan itu benar, berarti ia memang seorang kawan yang baik, seorang yang rendah hati dan teramat peduli menjaga perasaan orang lain. Sayang, kawan sebaik itu telah mendahului kita kelewat lekas. Ags Arya Dipayana, penulis dan pegiat teater itu, meninggal dunia semalam, 1 Maret 2011, di Purwakarta, sekitar pukul 23.00. Warta duka ini baru saya tahu pagi ini lewat akun Twitter Nirwan Dewanto, seorang konco karibnya.

Melepas keberangkatannya saya ingin menerbitkan ulang “Sajak Juru Masak” sebagai salam perpisahan saya baginya. Kebetulan edisi yang dimuat Kompas beberapa waktu lalu mengandung salah cetak, atau lebih tepat, salah letak. Sedangkan yang pernah diterbitkan lewat Facebook adalah edisi yang belum direvisi. Entah apa komentarnya tentang edisi yang telah direvisi ini. Saya tak sempat lagi menanyakannya.


Sajak Juru Masak

: Ags. Arya Dipayana

Ia tunjukkan bagaimana
Juru masak bijak bekerja
Dengan bahan seadanya tersedia di dapur
Sejumlah bumbu yang didapat dari penjual sayur
Yang kebetulan saja lewat

Ia buktikan tak ada
Yang samasekali kebetulan
Bumbu dan bahan diracik cermat
Agar tercipta rasa yang padu. Lezat
Atau nikmat di ujung kata
Bukanlah soal untung-untungan

Tapi ia tunjukkan juga
Campuran yang seksama
Dalam kari waktu yang telah mendidih
Dengan karut-marut rindu dendam
Yang telah cukup pula masam perihnya
Tak selamanya menghantar pada rasa yang dituju

Kadangkala bumbu dan bahan
Berselisih wajan atau takaran
Seperti nasib dan waktu
Merdeka menukar jalan dan kisahnya

Ah ya, ia ingatkan pula bahwa
Memang ada hal ihwal yang boleh saja
Ditambahkan atau dikurangi
Demi tercapai campuran yang pas. Utuh
Atau selaras dalam ungkapan
Memanglah juga soal permainan

2010
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...