https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

28 September 2009

Pakaian Dalam (4)

Di dunia lembab rahasia
Kawanan pakaian dalam
Keluwesan dan kesetimbangan
Sungguh teramat dipujikan
Teramat paham mereka
Bagaimana menjaga tata
Supaya selaras terjaga harmoni
Dunia sini dan dunia sana
Kelenturan adalah hukum
Satu-satunya mereka yakini
Aturan ketat terlalu
Pun longgar kebablas
Sungguhlah mereka pungkiri
Kebebasan bergerak dihargai
Sepanjang tak mengusik
Kenyamanan warga setempat
Yang sudah payah terlalu
Oleh karat peluh seharinya
Maka di lembab dunia pakaian dalam
Demokrasi lama sudah berjalan
Bukan melulu bahan kajian
Gonjang-ganjing musim kampanye
Sebab itu memang aturan utama
Jika negara ingin tinggal sentosa
Seimbang mustilah sekalian unsurnya
Padu lagi rata terbagi bebannya
Bukankah ini sudah pepatah lama
Mengapa pula kita berpura tanya

25 September 2009

Koleksi Pakaian Dalam (2)

Pakaian Dalam Perempuan Diperkosa

Sesudah kejadian ini
Aku tak akan dipakai lagi
Ia akan berusaha melupakan
Kejadian itu dan membuangku jauh-jauh


Pakaian Dalam Ibu

Putih, selalu putih
Sepanjang yang kuingat


Pakaian Dalam Istri

Tak banyak pilihan
Hampir seragam
Dari Senin ke Senin lagi


Pakaian Dalam Anak

Hiasan bunga
Pada polanya bersahaja
Sedikit tercemar:
Bekas pipis tak juga terkikis


Pakaian Dalam Filsuf

Saya berbau
Karena itu saya ada


Pakaian Dalam Penyair

Meski mulai luntur warnanya
Daya lenturnya belum berkurang
Ia seperti mau bilang pada dunia:
Aku masih tahan seribu tahun lagi!

23 September 2009

Mulut yang Mengunyah (1)

Tentang mulut yang mengunyah
Hendak ia menulis semacam pendapat
Barangkali dalam sepantun ayat
Darimana tapi memulainya
Demikian masih sangsi ia bertanya
Mungkinkah dari kilat taring sepasang
Atau liur terus menetes-netes itu
Syairku membuka mengalir
Tapi lebih tertarik ia sebetulnya
Pada daging korban tersayat
Dalam itu piring rebah melintang
Jagal mana mengirimnya ke sini datang
Dalam ini kisah sungguh telanjang
Hendak kutangkap lagi pekik ngeri
Sewaktu melayang nyawanya terbang
Tapi piring sungguh bising terlalu
Taring sepasang berkilau layak pedang
Pun liur terus menetes-netes itu
Jadi mengatup rasaku yang di dalam
Pada jantung korban tersayat melintang
Terang tak sampai jiwaku memegang

19 September 2009

Mudik 2

Sesudah ditinggal
Mudik kata-kata
Kota kami jadi lebih
Sunyi dan aneh rasanya

Tinggal hanya beberapa
Tanda baca berjaga
Setia di persimpangan
Bersama waktu sepertinya

Mereka sedikit kesepian
Sejumlah tanda seru
Gagal menghidupkan
Kota ini agaknya memilih

Menyerah pada sejumlah
Tanda tanya, yang membawa
Kisah pada semacam
Kebuntuan tema

17 September 2009

Mudik 1

Jika kata-kata ini dibolehkan mudik
Ke mana kiranya mereka bakal mudik?

Kukira mereka akan kembali
Ke mula bahasa, ke pangkal bunyi

Pulang ke desa Sumber Sunyi, menemui lagi
Sanak keluarganya masih imut-imut sepi

Di sana, bunyi masih belum bernama
Di sana, kata belum bermakna ganda

Mereka pun bersahut-sahutan tulus
Tangan dan senyum terulur mengelus

Menjamah luka perih dalam dan membara
Luka-luka yang didapat dari peperangan di kota

Maka, jika kata-kata ini dibolehkan pulang
Mudik, ke sumber mereka akan balik mengulang

16 September 2009

Anak Malam

Kami tinggal di jazirah
Yang kausebut kelam
Kami minum dari tetes
Embun fajar dan dinihari
Menyusu pada sari bebintang
Dari galaksi yang lama hilang
Itu sebabnya kami jauh
Dari pemahamanmu
Berkilauan di sudut mimpi
Kami hidup dari bayang-bayang
Yang ditanggalkan waktu
Bagi bumi yang sabar menanti
Menempati ruang-ruang kosong
Yang belum diisi pengertian
Kami tak mengenal batasan
Kami satu sekaligus semua
Kami ada tapi juga tak ada
Kami tinggal di tepian malam
Di mana gelap menghapus jarak

14 September 2009

Pakaian Dalam (3)

Masalahnya adalah
Minimalis sebagai konsep
Bagaimana kemudian
Menuangkannya menjadi
Tak sembarang praksis
Yang dengan sedikit bahan saja
Memuat beribu pesan
Menyorong beribu kesan
Sebagaimana penyair haiku
Bertutur sepuluh ribu peristiwa
Dalam tiga baris syair hanya
Soalnya apakah pakaian dalam
Boleh juga disamaratakan
Dalam ini bahasan sekenanya
Dengan baris-baris puisi
Yang pun menganut paham
Ekonomis irit dengan bahannya
Melainkan maksimal penuh
Dengan hasil olahannya
Marilah sejenak merenung
Menimangnya dengan kepala
Bersih dari bercak-bercak
Yang menodai benak

11 September 2009

Koleksi Pakaian Dalam (1)

Pakaian Dalam Politisi

Banyak model
Beragam gaya
Bergantung pada
Peran dan situasinya


Pakaian Dalam Pensiunan

Pola dan jahitan
Sungguh seadanya
Terserah saja bagaimana
Yang sekarang berkuasa


Pakaian Dalam Demonstran

Bercak-bercak darah
Bekas amuk pukulan polisi
Sengaja dibiarkannya

Ini adalah bukti katanya
Dulu pernah saya berjuang
Demi ibu pertiwi


Pakaian Dalam Polisi

Bercak darah mahasiswa
Yang pernah diamuknya
Sengaja dibiarkannya

Ini adalah bukti katanya
Saya pernah dulu berjuang
Mengganyang anarki

09 September 2009

Pakaian Dalam (2)

Pakaian dalam yang baik
Dan yang benar
Mestilah mematuhi
Kaidahnya tiada tertulis
Dari angkatan ke angkatan
Terus menitis berkelanjutan
Tiada pernah berkeputusan
Begitulah sama kita sepakati
Sebulat-bulat hati dan pikiran
Bahwa mestilah ia menganut
Menjalankannya setia misalnya
Sebagai prinsipnya utama
Bahwa ia dirancang seturut
Prinsip-prinsip minimalis
Tak menjadi soal benar
Bahannya dari sutera secarik
Ataukah pelepah pisang belaka
Sebab fungsinya strategis
Memaksanya bertindak taktis
Dengan tiada menafikan
Samasekali alasan estetika
Pun norma aturan etika
Selaku warga masyarakat
Konon sangatlah berbudidaya

08 September 2009

Pakaian Dalam (1)

Tentang pakaian dalam
Yang erat melekat
Tak bisa kita alpakan
Tapi terlupakan begitu saja
Pas selesai kita memasangnya
Sebab mungkin teramat dekat
Tiada terpisahkan seakan
Menyatu ketat berpaut pada
Jiwa kita liat berkeringat
Mungkinkah sudah waktunya
Sedikit catatan dibuat
Tinjauan agak menyeluruh
Bukan semata melihatnya
Dari segi praktisnya belaka
Lebih jauh barangkali juga
Kajian pada sisi antropologis
Bahkan mengapa tidak
Kita membahasnya sesekali
Sedikit filosofis begitu seraya
Menyelipkan di dalamnya
Di antara pengap bau amismya
Pesan-pesan bernuansa politis
Sebab bicara pakaian dalam
Benda segitiga bentuknya itu
Lentur kodratnya memanglah
Tema pun bebas di ulur-tarik
Ke sana atau ke sini merdeka
Sesuai minat masing-masingnya

04 September 2009

Kadang Aku Datang

Kadang aku datang
Padamu sebagai gempa
(Seperti pada petang itu)
Membawakan bagimu
Kabar dari sumber
Yang jauh, getar gema
Yang makin kau alpa
Tambah kau anggap
Tak penting bukankah
Karena itu kadang
Kusempatkan datang
Padamu sekonyong
Tanpa tanda-tanda
Sebelumnya tiada warta
Kuketukkan pada cuaca
Begitu saja aku hadir
Mengalir tak tercegah
Mengingatkan sekadar
Asalmu yang sepi jauh
Tetangkaimu yang rapuh
Pada kekal musim-musimku
Mengapa kau terperanjat
Seakan tak kau kenali lagi
Wajah bumi yang memeram
Beribu mimpi seram ini
Adalah kisahmu yang lama
Darimana sumbermu
Pada jantungku menyusu

02 September 2009

Orang Kaya Membuang Ingus

Saya perhatikan beginilah
Ternyata seorang orang kaya
Membuang ingusnya :
Ia rogoh saku celana
Saputangan mahal jelas
Terlihat dari bahan kainnya
(Dan ada mereknya di sana)
Bukan tisu selembar rapuh
Terkoyak ngilu sekali sentuh
Lantas ia tumpahkan sepenuh hasrat
Itu cairan sunyi hijau warnanya
Sapu tangan mahal habislah daya
(Merek kesohor apalah artinya)
Lembab lengket dirapikan lagi
Sunyi tersimpan dalam lipatan
Aman ia masuk saku celana pula
Begitulah kiranya sidang pembaca
Seorang orang kaya agaknya
Membuang ingus ia tak rela
Dibuatnya kemudian sebuah ritual
Melibatkan saputangan mahal
Pun tak ketinggalan merek terkenal
Yang bagi saya entah mengapa
Dari dulu sampai pun sekarang ini
Terasa mokal tak masuk akal
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...