https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

28 August 2008

Pertapa

Ijinkanlah
Aku sembunyi
Dalam sakumu itu

Jangan biarkan
Dunia mengambilku
Dengan alasan
Apa pun

Lindungi
Dan bantulah
Niat luhurku ini

Tunggulah

Sampai
Sempurna
Bau apak sakumu itu

Kuserap

20 August 2008

Nirwan Dewanto Mulai Ngeblog

Ia tidak datang ke upacara itu. Ia tidak ingin. Ia memang tidak pernah lagi datang ke upacara semacam itu. Terakhir kali ia ikut upacara bendera adalah 17 Agustus 1991, di lapangan parkir Gedung Pertamina di Gambir, ketika ia masih geolog (semua karyawan perusahaan minyak, juga perusahaan asing, harus ikut upacara supaya mereka ber-Pancasila). Sudah lama sekali. Waktu itu wajahnya masih sangat licin dan kampungan, seperti dilukis Rudolf Bonnet. Sekarang wajahnya kasar dan terpiuh, seperti potret diri Oskar Kokoschka.(Penggalan “Hadiah Tujuh Belasan”, dipinjam dari blog Nirwan Dewanto).

Seperti pernah di”janjikan”nya dalam obrolan tertulis di halaman blog ini beberapa bulan lewat, Nirwan Dewanto akhirnya memenuhi janjinya : blognya, yang ia beri nama unik, “Kualakuali”, kini sudah hadir. Ia mencanangkan antara lain “Dalam blog ini saya tampilkan petikan catatan, ulasan pendek, aforisme, cerita, dan (semacam) berita, juga jawaban terhadap sejumlah soal yang, secara langsung atau tak, dialamatkan ke saya”.

Sementara ini sudah terpajang 5 artikel di laman blog itu. Meski masih dalam “edisi percobaan”, sudah bisa terendus blog ini sepertinya akan memberi tawaran pilihan yang menarik di rimbun sesaknya rimba belantara blog saat ini.

Nirwan, selamat datang di blogosphere! Semoga kerasan …

15 August 2008

Kepada Wiji Thukul

Selalu kutahankan
Niatku yang naif
Menulis tentangmu
Karena setiap hal
Seputar nasibmu
Ternyata kelewat besar
Ruwet dan kurasa
Juga absurd
Untuk bisa
Kuringkas utuh
Dalam sajak
Karena itu
Terimalah saja
Hormatku yang dalam
Salamku yang diam
Dari dalam sebuah
Gedung jangkung Jakarta
Yang jauh dari debu
Dan aman dari peluru
Seorang yang tak pernah
Sempat kaukenal
Bahkan apalagi
Kau bayangkan
Menuliskan ini semua
Dengan mata kelam
Dan hati gerimis

13 August 2008

Obituari Soe

Musuh-musuhnya sengit menuduhnya komunis
Tapi para sahabat sepakat, menjulukinya humanis
Cewek-cewek penggemarnya bilang ia “anak manis”
Sedang koran-koran berkabar hidupnya tragis

Aku tak paham, sungguhkah kisahnya begitu dramatis
Yang kutahu, ia memang pergi pada suatu Kamis manis
Di sebuah ceruk Mahameru, terhisap olehnya racun, amis
Dan lama sesudahnya, masih ada saja yang terkenang menangis

08 August 2008

Syair Kelam

Aku tak kenal
Siapa kau yang kubunuh
Hanya nama dan alamat
Membayang samar
Saat kutetak roboh
Di pojok waktu yang kelam
Aku tak paham mengapa
Mendadak sepi jadi beringas
Menyudahimu menjadi
Permainan yang mudah
Membereskan bekas darah
Lantas kubenam tubuh matimu
Kupulangkan pada bumi
Tapi geliat sekaratmu
Kini abadi sebab telah menyatu
Dalam baris syairku

05 August 2008

Pesilat

Macam pesilat
Sabar saya menanti
Kapan saatnya
Angan bergebrak

Menanti itu
Memandang jauh
Ke dalam inti

Sampai sunyi
Melepas bunyi
Menukarnya dengan kata

Macam pesilat
Maklum saya
Sajak yang perkasa
Tumbuh dari derita

Buah samsara
Dari laga ke laga
Sewaktu sesaat

Tersesat di dunia
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...