/1/
Akhirnya, kita
sepakat membangun rumah
Sesudah penat
Mengimpikannya dalam
sajak
Dalam benak
berlumut
Rumah dengan dua
pintu
Ke dalam dan ke
luar, rumah dengan dua kamar
Dan sepasang liang
kunci
Kau
dan aku
Kemudian kita jadi
terlebih memahami rumah
Rumah ternyata
menyimpan begitu banyak lubang
Begitu banyak kamar
Kita pun tak paham
kapan
Kita bisa sampai di
sana
Untuk sekadar rebah
mati, atau
Lewat lorong dan
pintu yang mana
Sebaiknya
masuk
Sebab rumah adalah
labirin, laut, dan pada setiap kelok
Pojoknya menganga
Palung-palung kelam bahasa
/2/
Kita heran, siapa
gerangan telah menaruh pisau
Dalam percakapan
kita
Mengapa begitu banyak
darah
Menetes di sela
lunak kalimat-kalimat hijau
Yang dengan susah
payah kita pahatkan
Pada dinding angin dan
waktunya?
Kita percaya, kita
datang dari debar yang sama:
Semenjak mula bumi
hanya mengajar kita
Bahasa santun pohonan
Sedang
akar-akar yang pendiam
Mewariskan
kesabaran pada lengan kita malam
Itu sebabnya kita
tak gampang tergoda
Tapi anak-anak yang
dulu kita kandung
Dan terlahir dari
rahim gosong musim
Menyadarkan
kita
Bahwa cuaca telah berubah
Jadi kita pun
kemudian belajar berhikmat
Pada lolong anjing dalam urat
darah kita
Kita juga belajar
menaruh sangsi
Pada kilau pagi dan
nyanyian burung-burung
Yang terlantun dari mulut
anak-anak itu
Sebab jika mereka
berdendang
Kita dapati
gemuruh
Topan pada wajah
mereka cemas membiru
/3/
Akhirnya, kita pun
memilih sunyi
Warisan bumi yang
masih tinggal
Itulah cara kita
Menyelamatkan yang masih bisa
Bayang-bayang kita
Yang bimbang kepayang
Akan saling
menimbang
Dalam remang nilai
Tak usah ucapkan
apa-apa lagi
Tak perlu juga
menulis surat pada waktu
Lihat
Gelap dan diam menuntun kita karam
Pada bahasa dan amsal suci yang lain
Dulu konon tersurat
dalam kitab
Tapi seorang yang
mengaku ibu bapak kita
Diam-diam tanpa
restu langit
Telah memotongnya
pupus dari kenangan
Ketika cuaca
memburuk
Dan hujan turun
Kita pun hanyut
tersaruk tanpa alamat
Dalam benak yang
hanya onak
Kini pelahan
Kita belajar percaya lagi
Hidup masih akan
terus
Tapi mari sisihkan dulu
Huruf-huruf yang
telah menodai bumi
Lalu kita bangun
lagi rumah baru
Silsilah dan
nama-nama baru
Di sebilik miring
tersisa ini
Di sebait sempit
masih berdenyut ini
No comments:
Post a Comment