https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

31 July 2009

Silence Detector

Silence Detector

Kau teramat fasih membaca
Bahasa logam dan struktur gramatikanya
Tapi luput kau selami yang lebih baka :
Sunyi dan sekalian struktur genetikanya


Jum’at

Bagimu semua sudah lalu
Bagiku semua serasa baru
Hari Jum’at selalu datang lagi
Jam tujuh pagi bom itu meledak lagi

Bagimu semua sudah usai
Bagiku semua baru saja mulai
Jum’at pagi selalu kembali lagi
Suamiku yang mati kembali mati

30 July 2009

Penyair Noor Din

Penyair Noor Din

Jangan pandang saya sebelah mata
Sudah ternyata saya bukan penyair biasa

Saya adalah isyarat, bayangan
Barangkali tanda-tanda kehilangan

Jangan lacak saya di ruwet bahasa
Sebab luput saya dari tangkapan kata


Darah

Meski sama turunan Adam
Nyata darah kita beda
Ada yang terlebih legam, lebih membara
Sebab mengandung benih malam

28 July 2009

Penata Bunga

Dulu saya penata bunga
Itu memberi saya cukup latihan
Sewaktu kelak menata
Bunga-bunga api
Dari bom yang
Saya susun
Ketika mereka
Berledakkan meriah
Tenang saya menatapnya
Tak lagi terperangah

Bom dan bunga
Secara hakiki tak jauh
Mereka saling mendekatkan
Coba saja pikirkan
Orang-orang sekarat
Terkena bom
Sebagian mati
Penata bunga pun
Ramah menyambangi
Menyematkan sunyi
Dengan bebunga

Dulu saya penata bunga
Mungkin juga kini
Tak ada beda
Bom dan bunga
Secara hakiki dekat
Mereka saling mengisi
Mereka tumbuh dan meledak
Di sekitar hidupmu
Di dekat matimu

26 July 2009

Kamar 666

Pintu kamar melihat mereka datang
Meja kursi tahu persis jumlah mereka
Jam dinding menonton mereka berunding
Tembok kamar menguping obrolan itu
Televisi menyala menyusun kabar-kabar
Telpon diam dibikin bungkam sengaja
Ranjang tidur paham agak gugup mereka
Room boy menjenguk tahu apakah ia
Tetangga sebelah mana pula menyapa
Kamar mandi menghapus jejak-jejak
Tas ransel coklat menyimpan isyarat
Mimpi alangkah berat tapi kita sepakat
Cuaca di luar mengirimi mereka tanda
Hari berkemas mundur tak mungkin lagi
Masukkan dalam kopor pak lebih rapi
Rencana tak berubah ya besok saatnya
Jangan ada tertinggal sidik jejari malam
Pada wastafel bersihkan juga sisa cemas
Arahan singkat lagi diulang takzim
Jam beringsut mundur sudah tak bisa
Kita bergerak sebentar waktu sarapan
Lelangit kamar mungkin kenal mereka
Meja kursi tahu persis jumlah mereka
Ada salam peluk cium sekadar sebelum
Pintu kamar melepas mereka bergegas
Formasi mati mengiring sang dajal

24 July 2009

Teroris, Satpam, Kepala, Kaki

Teroris

Sejumlah teroris telah menguasai tubuhnya
Lama semenjak ia dilahirkan dulu hari itu
Mereka merakit banyak sepi dan menunggu
Dengan sabar kapan hari baik untuk meledakkannya


Satpam

Sudah sepuluh tahun saya di sini menjaga
Saya tak percaya bakal ada bom di sini
Tapi saya percaya ada banyak sepi di sini
Satu atau dua mungkin meletus melanggar saya


Kepala

Sehabis bom meledak saya tinggal kepala
Setelah tinggal kepala barulah orang bertanya
Mereka-reka siapa saya, asalnya dulu desa mana
Datang jauh-jauh menebar petaka kok bisa ya


Kaki

Saya adalah kaki sebelah kiri
Siapa bilang nomor sepatu saya empat dua?
Sesudah bom meledak saya pun tak tahu lagi
Saya ini siapa, saya sekarang di mana

19 July 2009

Bom Bunuh Diri

Sudah semenjak lama ia tahu
Ada bom tersimpan dalam dirinya
Kalau mau sebetulnya, bisa saja sesewaktu
Ia meledakkannya di antara kerumunan

Atau tempat-tempat terhormat lainnya
Tapi malahan ia memilih sebuah sajak
Sebagai target tempat bom itu diledakkan
Sebuah sajak sepi yang tak dibaca orang

17 July 2009

Perakit Kata

Ia seorang perakit kata yang telaten
Dikumpulkannya mula-mula semua bahan
Yang dibutuhkannya : sejumlah kabel sepi
Saling telikung dalam kenyerian yang sempurna
Tapi luka, luka itulah nanti yang bakal memantik
Mereka, menciptakan semacam kehebohan

Di dalam kamar ingatan yang disewanya tunai
Ia rampungkan segala rencana rahasianya
Kabel-kabel sepi itu mewakili banyak suara
Yang lama ditindas, bumi yang memeram impian
Ada pun luka yang berujung pada ledakan-ledakan
Hanyalah bentuk paling murni dari kerinduan musim

Ia seorang perakit kata yang cekatan
Dikumpulkannya mula-mula semua bahan
Yang diperlukannya : serbuk sepi yang dipadatkan
Kabel & mur pengikat luka, jam penunjuk waktu
Sederhana, sekadar untuk memastikan belaka kapan
Kiranya saat terbaik meledakkan itu sunyi

Gudang Bawah Tanah

Jika boleh diumpamakan
Hatiku mungkin semacam rumah
Dengan banyak kamar dan pintu masuk
Yang membingungkan

Ada kamar tempat istri
Dan anak-anakku tinggal menetap
Tapi ada juga kamar lain
Terkunci siang malam karena
Di situlah kusimpan segala rahasiaku
Yang paling bangsat

Lainnya lagi ada kamar tempat
Ibuku ketemu dengan mendiang bapak
Kusiapkan juga beberapa ruang
Kecil saja untuk kerabat dan sahabat
Beberapa nama lain yang tak begitu rapat

Aku bahkan menyiapkan
Sejumlah kamar untuk musuh-musuhku
Kurancang bentuknya mirip penjara
Sungguhan, dengan kerangkeng terbikin
Dari jari-jeruji waktu

Tentu saja aku pun menyiapkan
Kamar rahasia tempat pacar-pacar gelapku
Sabar dan setia melayani nafsu bejatku
Jika sesewaktu aku kepingin

Masih ada lagi sebuah kamar kosong
Sebetulnya, yang ini lebih mirip gudang
Bawah tanah tempat segala iblis bertemu
Aku tak pernah masuk ke sana, kecuali saat
Rindu memuncak ingin menulis sajak-sajak

16 July 2009

Piknik ke Pantai

: Frida Nathania

Kalau jadi nanti
Pergi piknik ke pantai
Tolong sampaikan salam saya

Kepada ombak
Kepada samudra
Kepada cakrawala

Bilanglah begini
Meski jauh dari kalian
Masih bisa kurasakan
Debur ombak bolak-balik
Menjotos nasibku

Meski jauh dari pantai
Di lubuk sajak kukecap
Ombak laut langit yang sama

15 July 2009

Di Warung Sate Cak Dar

Saya memesan sepuluh tusuk sepi
Disertai pesan wanti-wanti, jangan dicampur
Dengan yang bukan sepi, dan satu pesan penting
Lagi, bakarlah yang matang, kata saya

Bakar yang matang, jangan setengah-setengah
Biar masak daging sepinya, sampai mengaduh sakitnya
Sampai mengerang lukanya, sedap sungguh nanti terkecap
Di ujung lidah bersama liur & pedas sambal waktu

14 July 2009

Catatan

/1/
Aku pernah percaya
Penyair semacam mahluk budiman
Belakangan aku mendusin
Dan mendapat tahu

Kecuali mahir berolah matra
Bertukar mimpi dan warna
Mereka tiada lebih ternyata
Bajingan biasa macam saya juga

/2/
Aku pernah percaya
Puisi adalah semacam ayat suci
Belakangan aku sering risau
Dan bertanya : tidakkah ia

Semacam lubang sembunyi belaka?
Seperti agama mengasingkan tuhan
Dari kemanusiaan, sering aku pun
Kehilangan kita dalam sajakmu

12 July 2009

Memulai Hari

Memulai hari, adalah
Seperti memulai sebuah sajak
Kita tak pernah bisa yakin
Di mana nanti ujungnya
Meski bisa saja kita memilah
Kata-kata yang kita suka
Kita paham sebetulnya
Pilihan tiada sebebas itu
Waktu melangkah keluar
Dari sempit gang dalam tubuh kita
Keluar menemui jalan raya dunia
Kelokan dan pertigaan yang kemarin
Kembali telah menantikan :
Nyatalah, kita hanya mengulang tema
Seperti dalam sebujur sajak, seraya
Menorehkan judul di lekuk-lekuknya

10 July 2009

Pada Suatu Hari Pemilihan Umum

Ia tak menemukan kesulitan samasekali
Menentukan siapa pemimpin yang harus dipilihnya
Ia sudah punya perhitungan dan alasan sendiri

Begitulah, dengan tenang dan penuh keyakinan
Ia mencontreng calon yang paling sepi, calon yang
Tak bernomor dan tak ada gambarnya di lembar pemilih

09 July 2009

Peti Mati Sang Biduan

: Michael Jackson (1958-2009)

Mereka berdebat sengit tentang peti mati
Yang pantas untuk upacara penguburannya nanti
Mereka bertengkar perihal ukuran peti yang pas
Tentang berapa sebaiknya kadar karat emas
Yang paling baik digunakan melapis itu
Kotak segi empat bakal tubuhnya direbahkan
Supaya tak lekas dimakan bumi dimangsa waktu
Pihak-pihak yang berkompetan telah pula dipanggil
Sudah pada tempatnya saran mereka didengarkan
Mereka meributkan keadaan dalam peti
Apakah cukup sudah ketebalan bantalan beludru
Yang dipasang di sana, dan warna yang dipilihkan
Itu adakah cocok sudah dan seturut dengan gambaran
Yang mau ditampilkan kepada publik nantinya
Meskipun kita tak mengundang pihak luar manapun
Datang ke dalam ini upacara khidmat rahasia
Jangan kiranya hal-hal kecil sepele jadi terlewatkan
Buatlah dia kelihatan seperti tengah tidur, bukan, tapi
Ciptakan kesan dia tidak mati karena kesedihan
Yang bertahun-tahun diperamnya dalam kesepian
Mereka agak bersepakat akhirnya soal kemeja dan jas
Yang sebaiknya nanti dikenakannya, jangan lupa
Kaus tangannya nanti sebaiknya yang sering
Dipakainya waktu ia manggung, juga sepatunya
Kaca mata hitamnya taruh saja dekat kepalanya
Siapa tahu ia masih memerlukannya, juga topi itu
Coba bereskan dan tata lagi rambutnya lebih santun
Jangan macam seniman bohemian penyakitan begitu
Kita sebaiknya mengaturnya sedemikian agar terlihat
Ia bukan hendak pergi meninggalkan kita selamanya
Bukan begitu, tapi ia hanya melancong sebentar
Katakanlah jalan-jalan piknik ke bulan melupakan
Sesaat penat musim dan cuaca di bumi hampa

07 July 2009

Moon Walk

: Jacko (1958-2009)

Kini kita percaya
Biduan kita tak bahagia

Mungkin itu sebabnya
Ia merasa perlu sembunyi
Menukar kulit dan jantungnya
Dengan serupa kerudung kabung

Mungkin ia suka melamun
Hanya di bulan manusia bahagia
Maka terseok-seok ia berjalan
Coba sebrangi galaksi

Kini kita paham
Semua tak kunjung menolong
Sampai ia pun berhenti melolong

04 July 2009

Langgam Lama 2

Kami akan pergi
Kembali kepada sungai
Sebab mereka paham
Arah ke muara

Kami akan mendaki
Berguru kepada gunung
Mereka teramat tabah
Menjunjung langit

Kami akan datang
Merambah ke dalam hutan
Guna menemu kembali
Akar sengketa

Mungkin akan kami
Tinggalkan kota-kota
Rumah dan asal-usul
Riwayat bumi yang cemar

Kami akan mengadu
Kepada ibu samudra
Memulangkan segala luka
Ke lubuk gelombang

02 July 2009

Rumah Baru

Sebuah rumah baru
Dibangun dekat simpangan itu

Kau tergoda bertanya
Berapa sepi kelak
Tinggal di rumah bagus itu?

Berapa cemas
Bakal beranak pinak?

Berapa luka
Mengisi ruang tetamunya
Menghadap senja?

Ada patung
Patung sepi
Pada halamannya
Kolam dan ikan-ikan
Lelampu di satu pojoknya

Cukup terangkah
Dibanding bebayang
Malam dan bintang mati?

Sebuah rumah baru
Dua kamar di lotengnya
Mungkin tiga kamar di lotengnya

Kau terusik bertanya
Dari jendela loteng itu

Langit masih berapa jauh lagi?
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...