https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

18 September 2006

Berkas-berkas dibuang sayang

Saya mempunyai setumpuk berkas puisi yang selama ini ngendon dalam map. Puisi-puisi itu sebagian adalah puisi yang pernah ditolak redaktur puisi yang saya kirimi puisi itu. Sebagian lagi adalah puisi-puisi yang ketika selesai menuliskannya dulu telah "gagal" memuaskan saya. Mungkin, saya merasakan ada sesuatu yang "kurang" dalam puisi itu. Kadang-kadang saya bisa "menemukan" kekurangan itu, tapi gagal "memperbaikinya". Nah, puisi-puisi ini biasanya tidak saya buang. Tak tega saya melakukannya. Puisi itu saya simpan. Saya berharap kapan-kapan bisa mengolahnya kembali menjadi puisi yang "lebih baik".

Tapi sering kali saya gagal memenuhi harapan itu. Puisi-puisi itu pun seperti terlantar, dan jumlahnya tambah banyak. Kadang, setelah lewat banyak tahun, sempat juga saya mengintipnya. Nah, pada momen seperti ini sesekali saya mendapatkan kejutan yang indah. Dari tumpukan berkas yang terlupakan itu sesekali saya menemukan puisi "bagus" yang penulisnya ternyata saya sendiri. Puisi Lubang Kata dan Puncak yang pernah dimuat Kompas tempo hari, adalah contoh puisi yang saya temukan kembali dari berkas lama itu. Saya bahkan tak melakukan revisi apa pun seperti keinginan saya pada mulanya. Puisi yang semula saya kira "belum selesai" itu ternyata memang tidak meminta apa-apa lagi dari saya. Lihat, ternyata puisi itu seperti memberontak, seperti menolak diatur-atur, dan "lebih suka" memilih sendiri jalannya. Betapa indahnya. Betapa indahnya.

Jadi, jangan suka buru-buru membuang puisi yang sudah bermurah hati menghampiri kita.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...