SEORANG penyair bisa saja keliru menilai sajaknya sendiri. Misalnya ia mengira telah melahirkan "naga" padahal yang nongol hanya seekor "cacing" belaka, atau sebaliknya. Sewaktu menyiapkan materi untuk "Tanda-tanda yang Bimbang" puisi di bawah ini dengan sadar telah saya sisihkan.
Fakta bahwa puisi itu pernah tersiar di sebuah koran besar tepercaya (karena itu paling tidak secara obyektif bolehlah ia lalu dipandang "layak serta") tak menyurutkan samasekali niat saya.
Liang Hitam
Sajak separoh jadi
Yang kau tinggalkan
Telantar di atas meja semalam
Percayalah, tak bakal rela ia diam
Menyerah pada kelam
Jalan nasibnya
"Kau telah meniupkan
Nyawa padaku
Menjadikanku sekadar
Mahluk tak utuh
Mengapa tak kaububuhkan
Juga sayap kata sepasang
pada pundakku lunak
Guna terbang
Menjangkau
Ambang takdirku"
O pencipta buta
Ketahuilah tanpa kepak
Tanpa terbang
Sajak separoh jadi
Yang kau tinggalkan
Telantar di atas meja
Hanyalah mahluk cacat
Malang terbuang pada
Maha liang semesta
2011
Setelah "Tanda-tanda .." akhirnya terbit, saya kok malah jadi bertanya-tanya, benarkah keputusan saya ketika itu dengan tidak menyertakan puisi ini? Ah, jangan-jangan betul saya, dalam "kebutaan" yang terang benderang ini, telah menjadikannya sebagai "mahluk cacat malang terbuang" begitu saja.
No comments:
Post a Comment