https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

19 March 2010

Kata Kepada Penyair

Kata Kepada Penyair (1)

Sudah puluhan tahun kita bersama
Belum juga kau memahamiku sempurna
Masih juga sering kau ceroboh
Selaku lelaki kau teramat bodoh

Bukankah banyak kali sudah kukata
Memahamiku bukan soal urusan tatabahasa
Mengapa tak kau koyak ruwet jejaring tatakrama
Demi kau alami tubuhku sepenuh rasa?


Kata Kepada Penyair (2)

Kau bernapsu mengulitiku
Selapis demi selapis
Bermimpi menemukan di sebaliknya
Semacam inti atau saripati

Mahluk malang, kini kuberitahu
Leluhur kami dulu beramsal :
Kami terlahir dari semacam perih purba
Mereka tinggal di kekosongan arti

Kalianlah para mahluk dungu
Memaksa kami hadir di batas ambigu
Kini kau ciptakan pula permainan
Semu tanganmu meraba yang tak ada

Adam dan Hawa

Di sebuah losmen
Murah di Jakarta
Adam dan Hawa mengulang
Kembali dosa

Ular yang menggoda Hawa
Sepertinya memang berpunuk
Dan konon dari jenis
Paling berbisa

Sewaktu ia terkapar
Nanar di tengah kamar
Tak bisa dipastikan benar
Itu karena racun si ular
Atau sebab ia memang kepingin?

Perempuan itu tak menyahut
Matanya sembab
Malam telah kembali
Mengarungi terjal tubuhnya

15 March 2010

Bagi Sebuah Sajak

Untuk menulis sajak, katamu, kita tak perlu
Meja yang lapang, pun tak butuh liur bir
Guna merangsang sang syair terlahir
Dari kelangkang takdirnya kelabu

Tapi mungkin kita perlukan sunyi
(Barangkali dalam secangkir kopi) :
Kelam, pekat, mengepul dari pori bumi
Dari kolong waktu yang kenyang dilukai

Jadi kita akan duduk bersama, merenungi
Di meja lapuk yang tak teramat luas ini
Memutuskan sesudah merundingkannya masak
Kata-kata terbaik bagi sebuah sajak

11 March 2010

Pergi

Untuk kepergianku ini kali
Aku tak membawa serta apa pun :
Baju dalam, sikat gigi, kitab-kitab, kacamata
Bahkan tubuh kutinggalkan sendiri di bumi

01 March 2010

Dalam Setiap Sajak

Dalam setiap sajak
Selalu ada bayangan
Seorang lelaki yang gemar berlagak
Dan mengaku saya

Seteru pun sekutuku berseru
Sungguh betapa ia mirip
Lihat saja caranya berjalan
Yang limbung di antara awan-gemawan

Wajahnya memang samar
Sebab derai hujan dan kelebat topan
Menutup arah pandangnya
Yang ditumbuhi ilalang petang

Ia juga gemar
Memainkan waktu di tangannya
Mengubah warna-warni musim
Menukarnya dengan raut malam yang pejam

Aku tak pernah tahu
Ia sebetulnya siapa
Setiap kali kutanya ia tertawa
Seraya lindap nyelinap ke dalam kata
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...