ANAK kami yang pertama, Frida Nathania (14), memilih fotografi sebagai pelajaran ekstra kurikulernya. Dalam hati saya bangga juga karena ia memilih sesuatu yang "tidak begitu biasa", seperti misalnya Voli atau sebangsanya, meskipun itu berarti kami harus rela merogoh kocek lagi untuk membelikannya kamera standar yang dipersyaratkan.
Kemudian, karena saya kepingin menjadi orang tua yang "baek" dan barangkali juga terdorong oleh semacam "kesombongan tersembunyi", saya pun jadi terdorong menasehatinya meskipun saya bukan fotografer samasekali. Pertama sekali saya katakan padanya bahwa ada kesamaan esensi antara belajar fotografi dan belajar menyajak.
Kemudian, karena saya kepingin menjadi orang tua yang "baek" dan barangkali juga terdorong oleh semacam "kesombongan tersembunyi", saya pun jadi terdorong menasehatinya meskipun saya bukan fotografer samasekali. Pertama sekali saya katakan padanya bahwa ada kesamaan esensi antara belajar fotografi dan belajar menyajak.
Baik penyair maupun pemotret, kata saya, berjuang mencuri kesempatan, mencoba mengekalkan momen yang sebentar, lalu menyimpannya agar menjadi lebih awet. Keduanya dihantui obsesi yang sama: bagaimana menghadirkan ruh yang disebut puisi ke dalam wadah masing-masing.
Kedua pekerjaan itu menuntut kejelian, kesabaran, dan tentu ketajaman sekaligus kejernihan intuisi. Obyek apa pun sah untuk digarap. Dalam fotografi, seperti juga dalam sastra, kata saya penuh keyakinan, soalnya bukan "apa", melainkan "bagaimana".
Saya melanjutkan, penyair dan pemotret membutuhkan juga teknik bahkan teori--intuisi saja pada akhirnya tak memadai. Kematangan teknik dan kedewasaan intuisi, kata saya, adalah "formula universal" yang nantinya bisa menghadirkan ruh puisi itu.
Tak ada batasan waktu dan tempat. Kesenian adalah kerja tak putus bagaimana menghadirkan puisi itu seutuhnya. Kesenian adalah ikhtiar tak kunjung henti bagaimana "membebaskan puisi" dari segala anasir yang tidak diperlukannya. Ketahuilah Nak, itu mungkin sebuah kerja yang seperti "sia-sia". Begitulah saya akhiri "pidato" saya disertai keyakinan pastilah dia agak kebingungan.
Di atas ini adalah hasil jepretanya. Ah, ia baru saja mulai belajar menyelaraskan "teknik" dan "intuisi"nya. Jalannya tentu masih teramat panjang.
No comments:
Post a Comment