https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

05 October 2006

Cerita Buat Sian

Hampir tengah malam. Hujan sudah berhenti. Di rumput basah di halaman, lelaki itu menemukan seekor anak kucing meringkuk, basah kuyup. Seseorang telah membuang mahluk malang itu, lalu nasib mempertemukan sang kucing dengan lelaki itu. Anak kucing itu diangkatnya, di pindahkannya ke atas keset. Melihat anak kucing itu, lelaki itu seperti melihat potret dirinya. Basah kuyup, kedinginan, kesepian, dan sendirian. Ia jadi iba sekali. Tapi lalu ia ingat, 30 tahun yang lalu, waktu umurnya masih 5 tahun, dia pernah membunuh tiga ekor anak kucing yang baru berumur beberapa hari dengan tindihan batu-batu besar, bekas runtuhan bangunan dekat rumahnya. Dia tidak mengerti kenapa dia bisa berbuat seperti itu. Dia masih ingat bagaimana 3 ekor anak kucing itu mengeliat sekarat di bawah batu-batu yang dilemparkannya. Suara erangan tiga mahluk itu kadang masih bisa didengarnya kembali, agak sayup, tapi tampaknya tak bisa dimatikan, dan akan terus menguntitnya sepanjang hidupnya -- seperti kutukan, atau torehan perih yang membuatnya merasa kotor, biadab, dan malang. Tengah malam ini, lelaki itu ingin menangis, untuk nasib ketiga anak kucing yang dulu itu. Tapi siapa tahu, dia sebetulnya juga menangisi nasibnya, yang ternyata tidak lebih baik dari ketiga ekor anak kucing yang pernah dibunuhnya. Aku juga seperti kucing-kucing itu pikirnya. Hantaman demi hantaman terus menghajarku, tapi malangnya aku tak juga mati-mati, seperti tiga anak kucing itu. Aku terus saja menggeliat, sekarat, tapi tak kunjung mati. Apakah karena aku begitu kuatnya, ataukah karena nasib sebetulnya tidak menghajarku terlalu keras, cuma aku saja suka cengeng dan sentimentil.

Lelaki itu memandangi kembali anak kucing yang tadi dipindahkannya ke keset. Dia mendadak merasa sedikit terhibur. Mungkin karena merasa bisa sedikit menebus kesalahannya yang dulu, dengan sedikit bantuan kecil terhadap mahluk malang itu. Sehingga setidaknya malam ini, kalau hujan turun lagi, anak kucing itu bisa tidur aman. Setidaknya malam ini. Dengan pikiran itu, lelaki itu merasa agak lega. Ia masuk kembali ke rumah, mengunci pintu, kencing, mengambil selembar kertas, memasukkannya ke mesin tik, lalu menuliskan cerita ini buat kamu. Hanya buat kamu, supaya kamu lebih mengerti siapa sebetulnya saya ini.
(28/2/1996 - pukul 1 pagi)

1 comment:

Anonymous said...

Ada anjing dan dewa di dalam diri setiap kita. Saat itu (30 th yg lalu) anjing di dalam dirimu mengalahkan sang dewa.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...