https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

15 February 2008

Bongkar Pasang Sajak

SEORANG penyair bisa terkecoh oleh puisinya sendiri. Sering terjadi ia mengira baru saja melahirkan sebuah masterpiece, tapi kemudian—kadang hanya perlu waktu sehari, atau malah beberapa jam saja--dia sadar yang barusan dibuatnya ternyata hanya “sampah”. Pada momen yang “menyakitkan” ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Dia mungkin akan mencoba menyelamatkan “karya besar”nya itu, mengobrak-abriknya lagi di sana-sini. Atau, kalau dia tak melihat peluang untuk itu, dia akan melupakannya.

Kegagalan seorang penyair untuk memuaskan libido estetiknya sendiri ini, mungkin pertanda bahwa puisi itu memang belum waktunya lahir. Mungkin saja itu berarti tema atau muatan puisi itu masih perlu pengendapan lebih jauh. Atau, bisa saja kegagalan itu petunjuk sederhana bahwa amunisi puitiknya tak memadai untuk menembak jatuh bahan yang dibidiknya.

Maaf, saya tak hendak menggurui anda. Ini hanya sekedar pengantar untuk contoh kasus yang saya alami sendiri dengan puisi “Larik Bachri” yang pernah dipajang di halaman ini beberapa waktu lalu. Kini puisi yang sama dipublish kembali setelah diobok-obok di sana-sini. Saya merasa puisi itu sekarang tampil “mendingan”, tapi bisa dan boleh-boleh saja pembaca tak sepakat, bukan?

Larik Bachri

Bachri perlu bir katanya
Supaya darah ngalir
Nembus musim dalam aorta

Bachri mimpi kapak
Menetak leher sendiri
Meretas jalan luka

Bachri rindu langit
Memanjat baris sajak
Mau sampai puncak katanya

Oh Bachri minta tuhan
Untuk mati sehari
Agar tenang di bumi

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...