PROSES penciptaan adalah jalan yang penuh resiko.Yang dimaksud di sini adalah resiko untuk gagal. Dan itu seringkali menjadi momen yang “menyakitkan”. Seorang pencipta. sebutlah seorang penyair, bisa saja meniatkan menulis sebuah puisi bagus. Tapi niat saja ternyata tak cukup. Tak pernah akan cukup.
Karena puisi bukan aljabar, maka tak ada jaminan ia bakal sampai dengan selamat di ujung lorong yang remang itu. Tak ada “seribu rumus ilmu penuh janji”—untuk mengutip Subagio Sastrowardoyo—yang akan menuntunnya dengan ramah-tamah sampai di tujuan. Maka betullah juga apa yang pernah dikatakannya dulu, yaitu bahwa seorang penyair adalah seorang “petarung tunggal” yang mempertaruhkan “segalanya” di garis depan.
Meskipun dalam praksisnya kadang ada saja puisi yang bisa dirampungkan dalam hitungan menit, sementara puisi lainnya menyita waktu berpekan-pekan, atau bahkan berbulan-bulan, hakikatnya tak pernah ada proses penciptaan yang “mudah”. Dalam urusan penciptaan, peluang untuk “berhasil” atau “gagal” selalu sama besarnya. Selalu ada semacam “horor” yang membayangi sewaktu sebuah sajak mulai dituliskan.
Atau dalam kata-kata Goenawan Mohamad, “Tiap karya adalah permainan dengan kegagalan”(periksa bukunya, Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai, KataKita 2007).
Karena puisi bukan aljabar, maka tak ada jaminan ia bakal sampai dengan selamat di ujung lorong yang remang itu. Tak ada “seribu rumus ilmu penuh janji”—untuk mengutip Subagio Sastrowardoyo—yang akan menuntunnya dengan ramah-tamah sampai di tujuan. Maka betullah juga apa yang pernah dikatakannya dulu, yaitu bahwa seorang penyair adalah seorang “petarung tunggal” yang mempertaruhkan “segalanya” di garis depan.
Meskipun dalam praksisnya kadang ada saja puisi yang bisa dirampungkan dalam hitungan menit, sementara puisi lainnya menyita waktu berpekan-pekan, atau bahkan berbulan-bulan, hakikatnya tak pernah ada proses penciptaan yang “mudah”. Dalam urusan penciptaan, peluang untuk “berhasil” atau “gagal” selalu sama besarnya. Selalu ada semacam “horor” yang membayangi sewaktu sebuah sajak mulai dituliskan.
Atau dalam kata-kata Goenawan Mohamad, “Tiap karya adalah permainan dengan kegagalan”(periksa bukunya, Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai, KataKita 2007).
2 comments:
kalo menurutku
karya apapun yg kita buat, gak perlu mikir apa tanggapan orang
selagi kita suka, apapun kata orang, cuek aja
Bukan masalah tanggapan orang lain, tapi maksudku, dari kitanya sendiri sering muncul kegamangan itu.
Sebagai kritikus pertama karya kita, kitalah yang paling merasakan "sakitnya" kegagalan dalam proses itu ... ah ngomong apa sih aku ini, tapi trims udah mampir dan komen ya.
Salam
Post a Comment