Kau mengingatkan
pada batas yang sebentar
harus kulewati. Cemas
karena setiap hal
yang mesti pergi
dan mungkin tak ada lagi
nanti. Pada kisah ysng musti
tamat, meski kita menolak
membilang selesai
pada lembar akhir almanak.
Selebihnya aku suka
jalananmu yang basah
itu. Dan gerimis seharian
yang melukis sempurna
kesedihan, tanpa aku harus
repot membubuhkan
sepotong nama, atau tanda
padanya, Ada saatnya
kita cuma perlu diam memandang
langit dan musim
membeku di jendela. Kota
jadi putih, orang dan peristiwa
sama memutih, sama tenggelam.
Hanyut ke muaramu kelam.
No comments:
Post a Comment