https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=34375937#settings

28 December 2006

Kutukan Babel

MUSIBAH gempa bumi 7,2 skala Richter di Taiwan belum lama ini yang kemudian berbuntut pada melorot dan kacaunya koneksi internet di negara-negara kawasan Asia, tiba-tiba saja mengingatkan saya pada kisah Menara Babel dalam Perjanjian Lama.

Dalam kisah kuno itu diceritakan bagaimana Tuhan menunjukkan kemurkaanNya atas sikap takabur manusia yang berambisi menyaingiNya dengan membangun sebuah menara yang diniatkan mencapai langit. Dikisahkan bagaimana kemudian Tuhan menghancurkan kesombongan itu dengan cara mengacaukan bahasa manusia ketika itu, dan kemudian mencerai-beraikan mereka ke pelosok-pelosok bumi.

Saya bertanya-tanya, apakah setting zaman kita sekarang tidak atau sudah mirip dengan situasi ketika itu? Bukankah kita juga saat ini dikuasai oleh semacam ambisi dan kesombongan untuk diam-diam “menyaingi” Dia di atas sana? Diam-diam kita begitu bangga dengan segala temuan dan pencapaian teknologi kita, bukan? Seperti di zaman Babel kita berambisi menciptakan sebuah bahasa yang “tunggal”, yang dapat menyatukan seluruh jagat. Teknologi misalnya, barangkali kita percaya sebagai bahasa “tunggal” yang bakal menyatukan jagat ini Teknologi barangkali adalah “menara” yang sedang kita bangun untuk memcapai langit, untuk merendengi Dia.

Tidak ada masalah dengan kemajuan teknologi itu sendiri, tentu saja – kita tidak harus kembali ke zaman batu, bukan? Tapi kesombongan yang diam-diam kita pelihara itulah yang harus diluruskan. Gempa di Taiwan itu mudah-mudahan bisa mengingatkan betapa sebetulnya manusia itu – yang bermula dari setetes mani, kemana-mana membawa tahi, dan ujung-ujungnya jadi bangkai, begitulah saya ingat Aa Gym pernah ngomong -- kagak ada apa-apanya.

Ya, bukankah kita ini hanya sebuah noktah sunyi tak bernama pada atlas semesta raya. Apa alasan dan hak kita untuk merasa diri hebat?

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...