MENANGGAPI gertakan somasi Menteri Komunikasi & Informasi Sofyan Djahil (maksudnya Djalil), presiden “SBY” alias “Si Butet Yogya” dari Republik Mimpi semalam mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa Republik Mimpi diputuskan bermetamorfosis menjadi Kerajaan Mimpi. Jurus yang kata “SBY” diambil di tengah rasa geli karena ada seorang menteri yang tidak paham apa itu demokrasi, disiapkan untuk menangkis tuduhan seram bahwa Republik Mimpi telah “mendeligitimate lembaga kepresidenan yang sah” di sebuah negara tetangga.
Konsekuensi dari dikeluarkannya dekrit itu, “SBY” kini bukan lagi presiden, tapi “raja”, dan karena ia raja maka “Saya boleh apa saja”, katanya sembari cengengesan. Sadar bahwa acara itu berada dalam ancaman yang bisa saja serius, Effendi Gazali cs semalam tampil all out, memanfaatkan setiap sekon waktu yang ada untuk menggebrak balik ancaman somasi yang sempat bikin rame beberapa hari ini.
Tokoh “orang dalam istana” menyodorkan bukti bahwa parodi politik bukan sebuah tabu yang harus membuat penguasa ketakutan atau marah-marah. Ia mencontohkan Ratu Elizabeth dan presiden AS George W. Bush. Keduanya juga pernah “dikerjain” lewat parodi, tapi tidak lantas ribut mengajukan somasi. Guru bangsa “Megawanti” melontarkan pertanyaan retoris : "Kalau pemerintah boleh bergurau mengurus korupsi, mengapa warga Republik Mimpi dilarang bergurau menertawakannya?". Amien Rais, yang diundang juga ke acara itu, menimpali bahwa kalau “penguasa sudah mulai main larang, biasanya umurnya tidak lama lagi”, yang kontan disambut aplaus meriah penonton.
Di ujung acara, ditayangkan ulang petilan episode parodi ini sewaktu Andi Malarangeng, dalam kapasitasnya sebagai juru bicara SBY diundang ke acara itu. Sang jubir presiden ketika itu menjawab – kira-kira -- bahwa SBY “tidak keberatan” dengan acara semacam parodi Republik Mimpi itu. Asal, kata tuan Malarangeng, semuanya berlangsung dalam koridor konstitusi yang sah.
Alhasil, ini adalah sebuah usaha counter attack yang brilian dari Effendi Gazali, nama yang paling bertanggung jawab di belakang semua sepak terjang dan kehebohan pentas parodi politik “Republik Mimpi” – yang sekarang menjadi “Kerajaan Mimpi” itu. Kalau toh akhirnya somasi itu jadi keluar juga – karena peperangan belum selesai, bukan? – dan acara ini harus bubar, kita sudah tahu siapa yang sebetulnya “kalah” dan “menang”.
Konsekuensi dari dikeluarkannya dekrit itu, “SBY” kini bukan lagi presiden, tapi “raja”, dan karena ia raja maka “Saya boleh apa saja”, katanya sembari cengengesan. Sadar bahwa acara itu berada dalam ancaman yang bisa saja serius, Effendi Gazali cs semalam tampil all out, memanfaatkan setiap sekon waktu yang ada untuk menggebrak balik ancaman somasi yang sempat bikin rame beberapa hari ini.
Tokoh “orang dalam istana” menyodorkan bukti bahwa parodi politik bukan sebuah tabu yang harus membuat penguasa ketakutan atau marah-marah. Ia mencontohkan Ratu Elizabeth dan presiden AS George W. Bush. Keduanya juga pernah “dikerjain” lewat parodi, tapi tidak lantas ribut mengajukan somasi. Guru bangsa “Megawanti” melontarkan pertanyaan retoris : "Kalau pemerintah boleh bergurau mengurus korupsi, mengapa warga Republik Mimpi dilarang bergurau menertawakannya?". Amien Rais, yang diundang juga ke acara itu, menimpali bahwa kalau “penguasa sudah mulai main larang, biasanya umurnya tidak lama lagi”, yang kontan disambut aplaus meriah penonton.
Di ujung acara, ditayangkan ulang petilan episode parodi ini sewaktu Andi Malarangeng, dalam kapasitasnya sebagai juru bicara SBY diundang ke acara itu. Sang jubir presiden ketika itu menjawab – kira-kira -- bahwa SBY “tidak keberatan” dengan acara semacam parodi Republik Mimpi itu. Asal, kata tuan Malarangeng, semuanya berlangsung dalam koridor konstitusi yang sah.
Alhasil, ini adalah sebuah usaha counter attack yang brilian dari Effendi Gazali, nama yang paling bertanggung jawab di belakang semua sepak terjang dan kehebohan pentas parodi politik “Republik Mimpi” – yang sekarang menjadi “Kerajaan Mimpi” itu. Kalau toh akhirnya somasi itu jadi keluar juga – karena peperangan belum selesai, bukan? – dan acara ini harus bubar, kita sudah tahu siapa yang sebetulnya “kalah” dan “menang”.
No comments:
Post a Comment